JAKARTA - Menteri Koordinator bidang politik hukum dan keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, polemik RUU KUHP yang mengatur tentang penghinaan Presiden, sudah berulang kali jadi perdebatan.
Mahfud bilang, sebelum jadi Menkopolhukam, dirinya pernah menanyakan sikap Jokowi tentang RUU tersebut. Namun Jokowi hanya menjawab terserah.
“Saya menanyakan sikap Pak Jokowi. Jawabnya, \'Terserah legislatif, mana yang bermanfaat bagi negara. Kalau bagi saya pribadi, masuk atau tak masuk sama saja, toh saya sering dihina tapi tak pernah memperkarakan\',” kata Mahfud MD mengulang pernyataan Jokowi, dikutip FIN Kamis (10/6).
Mahfud menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak menolak atau menyetujui pasal-pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP. Sebab Jokowi akui terbiasa dengan dihina dan difitnah tetapi tak pernah memperkarakan.
“Jadi menurut Pak Jokowi sebagi Presiden: mau memasukkan atau tidak pasal penghinaan kepada Presiden ke KUHP putusannya terserah pembahasan di legislatif; pokoknya apa yang baik bagi negara. Tapi bagi Pak Jokowi sebagai pribadi masuk atau tidak sama saja, sering dihina juga tak pernah mengadu atau memperkarakan,” kata Mahfud.
Ada pun RUU KUHP tentang penghinaan presiden dan wakil presiden saat ini tengah dalam tahap sosialisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM.
RUU itu mengatur penghinaan terhadap Presiden dam Wakil Presiden bisa terkena pidana kurungan 3,5 tahun penjara. Bahkan, lebih berat jika dilakukan lewat media sosial, yakni ancaman hukuman maksimal 4,5 tahun penjara.
Lebih lanjut, Mahfud bilang bahwa RUU penghinaan presiden, digarap di Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada saat itu Menkumham dipimpin oleh Hamid Awaluddin tahun 2005.
“Isi RKUHP itu digarap lagi pada era SBY, mulai sejak zaman Menkum-HAM Hamid Awaluddin dst. Waktu itu (2005) saya anggota DPR. Menkum-HAM memberitahu ke DPR bahwa Pemerintah akan ajukan RKUHP baru. Ketua Tim adalah Prof. Muladi yang bekerja di bawah Pemerintahan SBY,” kata Mahfud MD. (dal/fin)