Butuh Satgas Tingkat RW, 24 Jam Nonstop

Senin 19-07-2021,09:02 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

Catatan:  Yanto S Utomo: CEO Radar Cirebon Group

SAYA bukan tidak setuju dengan PPKM. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ini hanya perlu dievaluasi. Atau kalau tidak, ya biarlah menjadi ranah pemerintah. Sebagai rakyat, saya manut saja.

Hanya yang perlu dicatat, PPKM tidak pula serta merta bisa menurunkan jumlah kasus positif Covid-19. Bahkan angkanya malah naik naik ke puncak gunung. Pemerintah menolak istilah tak terkendali. Tapi angka menunjukkan kita menjadi juara dunia kasus Covid-19. Cita-cita menjadi bangsa yang ditakuti dunia pun tercapai.

Semua takut dengan Indonesia. Takut ke Indonesia. Takut menerima orang Indonesia. Dan bahkan takut jangan sampai bertemu orang Indonesia. Takut bukan karena prestasi tapi karena Corona yang menggila di negeri ini.

Tapi biarkanlah. Itu sudah terjadi. Disesali tidak ada gunanya. Sebaiknya tataplah ke depan. Walau kita tahu, seperti apa. Belum ada tanda-tanda titik terang di depan sana. Lorong ini masih gelap-gulita.

Kita memang benar-benar apes. Ketika titik terang belum tampak, justru ada masalah besar. Di kanan-kiri kita yang serius harus diselesaikan. Apa itu? Bukan penyekatan. Bukan pula denda pelanggar PPKM. Bukan pula karut- marut pengelolaan PPKM.

Yang harus kita selamatkan adalah nyawa manusia. Jumlahnya terus bertambah. Banyak yang sudah menjadi korban. Mereka sekarang berjuang mempertaruhkan nyawa. Di rumah-rumah isolasi mandiri atau di rumah sakit-rumah sakit.

2

Lihatlah medsos, isinya orang meninggal karena Covid-19. Pengeras suara di masjid-masjid, isinya juga sama, informasi kematian. Di jalanan berseliweran raungan ambulan, tak henti-henti.

Walaupun berita kematian karena Covid-19 mendominasi, tapi seolah tenggelam oleh hiruk-pikuk teriakan PPKM. Hebohnya luar biasa. Satgas pun lebih antusias ramai-ramai menyekat jalan. Padahal ada persoalan yang serius. Nyawa manusia yang sedang isolasi. Terutama yang isolasi mandiri. Yang harus diselamatkan.

Padahal di sisi ini juga akan menentukan baik-buruknya PPKM. Jika warga yang sedang isolasi itu selamat, akan membuat nilai PPKM baik. Jika penularan di rumah-rumah bisa dicegah, dianggap berhasil. Tapi sebaliknya, jika gagal, memaskeri jalan itu tidak ada artinya. PPKM pun dianggap gagal. Karena penularan sudah di rumah-rumah. Sudah di keluarga-keluarga.

Memang kita ini satu bangsa. Tapi dalam hal pandemi ini kita tidak seiya-sekata. Ibaratnya, kita dalam badai yang sama tapi di kapal yang berbeda-beda. Sepertinya musibah ini menjadi urusan masing-masing kapal. Siapa yang mampu bisa nimbun obat, oksigen dan suplemen kesehatan.

Di sisi lain, banyak yang keleleran tidak mampu beli obat, oksigen dan suplemen kesehatan. Mereka hanya menunggu nasib. Negara di mana? Belum terlambat. Ayo kita kembali ke hal pokok! Menyelamatkan nyawa manusia. Mengobati yang sedang terpapar dan mencegah penularan.

PPKM itu upaya, bukan tujuan. Mari kita cari jalan keluar menyelamatkan mereka yang sedang diisolasi. Okelah, yang di rumah sakit-rumah sakit atau fasilitas lainya yang disediakan pemerintah, sudah ada yang menjaga. Tapi yang isolasi mandiri siapa yang menjaga? Siapa yang memantau?  Berapa lama dijaga? Sudah dibantu apa?

Saya kehilangan istri tercinta ketika baru satu hari isolasi mandiri. Sulit sekali akses ke satgas. Ke rumah sakit juga sama. Ke hotline darurat, juga tidak ada jawaban. Walau saya sadar kondisinya pagi dini hari. Memang sulit mencari bantuan.

Untung ada Tim Kesehatan Ponpes Al-Bahjah, Cirebon. Begitu bergerak cepat ke rumah. Tim di bawah asuhan Buya Yahya inilah yang memberikan pertolongan pertama. Walaupun nyawa istri saya tidak tetap terselamatkan. Tapi saya, keluarga, dan Tim Al-Bahjah sudah berikhtiar. Kehendak Allah SWT berkata lain, harus kami terima.

Tags :
Kategori :

Terkait