Warga Australia Frustrasi, Yang Sudah Divaksin Covid-19 Kurang dari 14 Persen

Jumat 23-07-2021,22:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

AUSTRALIA – Warga Australia mulai berang. Mereka sudah lelah di-lockdown. Terlebih, tidak ada tanda-tanda kapan kebijakan itu dicabut. Justru wilayah yang dikuntara kian luas. Setelah Victoria dan New South Wales, Selasa (20/7) Australia Selatan mengambil langkah serupa. Jika ditotal, kini ada 13 juta penduduk yang terdampak. Itu setara dengan separo populasi penduduk Australia.

Lockdown di Australia Selatan berlaku selama sepekan. Keputusan itu diambil setelah ditemukan lima kasus penularan varian Delta. Rabu (21/7) total kasus di wilayah itu mencapai 12. Di Victoria kemarin ada 22 kasus baru. Lockdown baru dicabut pada 27 Juli mendatang. Itu pun jika situasi terkendali.

Di dua kota terbesar Australia, Sydney dan Melbourne, malah tidak ada kepastian kapan lockdown dicabut. Ada ketakutan bahwa lockdown di Sydney berlangsung hingga September nanti. Belum ada tanda-tanda penularan terkendali. Kemarin ada 110 kasus baru meski kota tersebut sudah dikuntara empat pekan.

”Saya memahami bahwa ada rasa frustrasi yang luar biasa (di masyarakat, red),” ujar Perdana Menteri Australia Scott Morrison seperti dikutip Channel News Asia.

Dia menegaskan bahwa varian Delta sudah mengubah situasi. Tidak hanya di Australia, semua negara di dunia juga menghadapi masalah yang sama.

Situasi yang memburuk itu tidak terlepas dari program vaksinasi yang terlambat dari jadwal. Saat ini kurang dari 14 persen penduduk yang divaksin Covid-19. Itu adalah persentase terendah di antara negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Pemberitaan berlebihan tentang efek samping AstraZeneca membuat penduduk enggan menggunakannya. Di pihak lain, stok vaksin Pfizer-BioNTech juga terbatas.

Langkah Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang mencabut semua pembatasan dan hidup normal juga menjadi tekanan tersendiri bagi pemerintah Australia. Kritik untuk Morrison dan pemerintahannya datang bertubi-tubi. Tapi, Morrison enggan minta maaf. Dia menggarisbawahi bahwa Australia berhasil menekan angka penularan lebih rendah jika dibandingkan dengan kebanyakan negara

2

Total kematian di Australia hanya 915. Itu semua disebabkan lockdown yang sangat ketat, penutupan perbatasan, dan karantina. Dia membandingkan situasi di Inggris yang masih mencetak rekor lebih dari 90 kematian harian pada Selasa. ”PM bersembunyi saat orang-orang tersakiti,” kritik anggota parlemen dari Partai Buruh Jim Chalmers seperti dikutip BBC.

Di Prancis, kasus penularan Covid-19 juga masih merangkak naik. Namun, pemerintah memilih opsi yang berbeda agar penduduk mau divaksin. Mereka mengeluarkan kartu sehat yang berisi status vaksinasi seseorang. Penduduk yang ingin masuk bioskop, museum, atau melihat pertandingan olahraga harus membuktikan mereka sudah divaksin. Kalau toh belum, harus ada surat keterangan negatif Covid-19. Aturan itu berlaku mulai kemarin.

Kartu sehat itu dibutuhkan untuk masuk ke tempat-tempat atau acara yang di dalamnya ada lebih dari 50 orang. Di Menara Eiffel, misalnya, mereka yang tidak bisa menunjukkan bukti vaksinasi ditawari tes uji Covid-19 gratis. Pembahasan akan dilakukan untuk memperluas akses kartu sehat tersebut agar bisa digunakan di restoran, kafe, dan pusat perbelanjaan pada Agustus mendatang.

Kebijakan itu diterapkan ketika penularan di Prancis sedang tinggi-tingginya. Menteri Kesehatan Olivier Veran memaparkan bahwa ada 18 ribu kasus baru pada Selasa. Itu naik 150 persen jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang ”hanya” 7 ribu kasus harian. Presiden Prancis Emmanuel Macron kemarin bertemu dengan beberapa menteri untuk mendiskusikan krisis penularan Covid-19 tersebut.

Kartu sehat tersebut langsung menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari Partai La Republique En Marche ! (LREM) yang digawangi Macron. LREM berpendapat bahwa pemerintah membatasi kebebasan penduduk yang belum divaksin. Kartu sehat juga menjadi beban bagi pemilik tempat usaha. Sebab, mereka harus mengecek pengunjung satu per satu. Jika gagal mengecek status pengunjung dengan benar, akan dikenakan denda EUR 1.500 (Rp 25,6 juta) untuk kesalahan pertama dan lebih tinggi lagi jika kesalahannya diulang.

”Melindungi kesehatan masyarakat menjadi prioritas kami sejak Maret 2020, tetapi itu tidak mengancam persatuan negara karena aturannya sama untuk semua orang,” kritik anggota parlemen LREM Pacome Rupin. (sha/c19/bay)

Tags :
Kategori :

Terkait