Konflik Tahta di Keraton Kasepuhan Sudah Terjadi Sejak Sultan Sepuh V Matangaji Terbunuh

Kamis 26-08-2021,13:45 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

CIREBON – Pelurusan Sejarah Peteng dan mendudukan kembali trah Sunan Gunung Jati menjadi tuntutan di tengah konflik tahta Keraton Kasepuhan.

Namun, pemurnian sejarah itu dinilai sulit dilakukan. Mengingat konflik tahta keraton sebenarnya sudah terjadi sejak Sultan Sepuh V Shofiuddin Matangaji terbunuh.

Terputusnya trah SGJ tidak lepas dari campur tangan VOC di periode 1773-1786. Dipicu tindakan perlawanan yang dilakukan Sultan Muhammad Shofiuddin Matangaji.

Sang sultan yang merupakan pendiri Pesantren Matangaji dan Pesantren Balerante itu, gigih melakukan perlawanan terhadap VOC.

Namun, pengkhiatan dan tipu daya tak disangka berhasil mengelabui dirinya. Sultan Matangaji yang diajak berunding di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, tanpa sadar masuk dalam perangkap.

Sultan Sepuh V dibunuh di Pintu Ukir Rawi oleh Ki Muda. Yang tidak lain adalah paman dari pihak ibu Matangaji.

Ki Muda kepada VOC mengaku sebagai adik dari Sultan Matangaji. Padahal sesungguhnya, adik satu-satunya adalah Pangeran Suryakusuma.

2

Berlandaskan pengakuan itu, Ki Muda kemudian menagih janji kepada VOC untuk menjadikan dirinya sebagai Sultan Sepuh VI.

Sejumlah muslihat dan pemutar balikan fakta pun dibuat untuk mendeskreditkan Matangaji. Tuduhan-tuduhan itu diantaranya adalah Matangaji mengajarkan Mahayekti dan tidak berhasil.

Padahal faktanya Matangaji adalah seorang soleh. Ayahnya seorang mursyid Rifa’iyyah.

Karena Matangaji yang seperti itu, akhirnya ditunjuk Ki Muda sebagai sultan dengan gelar Sultan Muda Kasepuhan.

Berita berlanjut di halaman berikutnya...

Baca juga:

Tags :
Kategori :

Terkait