DEWAN Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi menjatuhkan sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen atau sekitar Rp1,8 juta selama satu tahun kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
“Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,\" kata Ketua Majelis Etik Tumpang Hatorangan Panggabean di Gedung Pusat Edukasi AntiKorupsi KPK Jakarta, Senin (30/8).
Dalam sidang musyawarah majelis etik yang terdiri atas Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho dan Harjono, Lili Pintauli Siregar terbukti melakukan dua perbuatan, yaitu pertama menyalahgunakan pengaruh selaku insan KPK untuk kepentingan pribadi dan kedua berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas PP No. 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol dan Perlindungan Keamanan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal 3 ayat 1 huruf (a) disebutkan Wakil Ketua KPK mendapat gaji pokok sebesar Rp4,6 juta.
Artinya gaji pokok Lili dipotong 40 persen dari Rp4,6 juta, yaitu sebesar Rp1,8 juta. Namun, Lili masih mendapatkan tunjangan-tunjangan lain yang diatur di Pasal 3 dan 4, yaitu tunjangan jabatan Wakil Ketua KPK sebesar Rp20,4 juta, tunjangan kehormatan Wakil Ketua KPK sebesar Rp2,1 juta.
Selanjutnya tunjangan perumahahan Wakil Ketua KPK sebesar Rp34,9 juta, tunjangan transportasi Wakil ketua KPK sejumlah Rp27,3 juta, tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa Wakil Ketua KPK sebesar Rp16,3 juta, dan tunjangan hari tua Wakil Ketua KPK sebesar Rp6,8 juta. Sehingga Lili masih mendapatkan take home pay sekitar Rp110,7 juta.
Sementara itu, Lili Pintauli Siregar menyatakan menerima keputusan Dewas KPK yang menjatuhkan sanksi etik berat terhadapnya. Ia menyatakan tidak akan menempuh upaya lain terkait putusan tersebut. “Saya menerima tanggapan Dewas. Saya terima dan tidak ada upaya-upaya lain. Saya terima,” kata Lili usai menjalani sidang putusan etik.
Terpisah, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta agar Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari KPK setelah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. “Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar adalah untuk menjaga kehormatan KPK,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Berdasarkan putusan Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan, pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli adalah penyalahgunaan pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani. “Ini belum memenuhi rasa keadilan masyarakat karena semestinya, sanksinya adalah permintaan mengundurkan diri atau pemecatan,” kata Boyamin.
Menurut dia, apabila Lili tidak mengundurkan diri, maka perbuatannya akan menjadi noda di KPK. Ke depannya, kata Boyamin, KPK akan kesulitan untuk melakukan pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, mengundurkan diri dari Pimpinan KPK harus dilakukan demi kebaikan KPK, kebaikan pemberantasan korupsi, dan kebaikan NKRI. “Tetapi MAKI tetap menghormati putusan Dewas KPK,” ucapnya.
Opsi melaporkan perkara ini ke Bareskrim berdasarkan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 masih berada dalam proses pengkajian berdasarkan pada putusan Dewas KPK. Pasal 36 UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun. (riz/fin)