KLATEN - Sedikitnya 10 desa dari 16 desa yang masuk wilayah Kecamatan Manirenggo, eksodus. Warga yang diperkirakan mencapai 15 ribu jiwa tersebut, ikut mengungsi karena ketakutan dengan ancaman erupsi Gunung Merapi. Mereka tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Klaten, seperti Prambanan, Ceper, Wedi, Klaten Selatan, Joganalan, Klaten Kota (Pendapa Pemkab) dan GOR Gelarsena. Adapun 10 desa yang ditinggalkan oleh warganya itu, antara lain Desa Kepurun, Ngemplak Seneng, Sapen, Kecemen, Kebon Alas, Bendan, Tijagan, Borangan, Sukorini dan Desa Leses. Dari 10 desa tersebut, terdapat 15 ribu jiwa. “Mereka ngungsi karena ketakutan. Dan ini harus kita maklumi, karena Merapi terus mengeluarkan ancaman,” kata Camat Menisrenggo Gandung Wahyudi. Warga 10 desa tersebut berangsur-angsur meninggalkan kampung kelahirannya, setelah terjadi erupsi Merapi sejak Jumat (5/11) dini hari lalu hingga kemarin. Pada hal sebelumnya, Kecamatan Manisrenggo justru menjadi tempat pelarian para pengungasi, seperti di Balai Desa Kepurun, Ngemplak Seneng dan Balai Desa Kebon Alas. “Awalnya seluruh desa kami, aman. Tapi tampaknya Merapi tidak bisa diprediksi. Ancaman material volkaniknya hingga kemana-mana. Belum lagi suara gemuruhnya yang tak pernah henti, karenanya warga sepuluh desa kami terpaksa mengungsi,” tandasnya. Diakui, meski ngungsi, namun jika siang hari, warganya yang berusia produktif menyempatkan diri untuk pulang. Selain menyambangi rumah, juga mengurus ternaknya yuang ditinggalkan. “Kalau siang, ada aktivitas sedikit, namun jika malam hari Manisrenngo menjadi kota mati,” tambahnya. Selain itu, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, sejak mearin (8/11) Camat Manisrenggo telah membentuk relawan pemuda. Mereka disiagakan siang dan malam (secara bergantian) untuk menjaga kampungnya. “Mulai malam nanti, ronda malam pemuda mulai diaktifkan. Kami dari kecamatan menyuplai logistiknya, ya sekadar sebagai cegah lek,” ungkapnya. Di sisi lain, di saat seluruh warga di 10 desa tersebut diungsikan, ada seorang tua renta, Sugiyem (80) tak mau dievakuasi. Pada hal dia hidup sebatang kara di rumahnya yang berada (persis) di bibir Kali Woro, tepatnya di Glenggang, Desa Borangan, yakni desa yang juga terancam bencana jika sewaktu-waktu Woro dialiri lahar. Sugiyem tidak mau divakuasi karena dia berkeyakinan bahwa Kali Woro aman. “Tidak-tidak, saya di sini saja. Manisrenggo akan aman. Woro tidak akan dialiri lahar,” ujarnya kepada koran ini. Saking bandelnya untuk dievakuasi, sampai mengundang Camat Manirenggo Gandung Wahyudi untuk mendatangi rumahnya. Bersama dua aparat kecamatan dan dibantu tiga aparat desanya, Gandung berusaha mengajak Sugiyem diungsikan. Namun Sugiyem tetap membangkang. Terpisah, ada kabar menyedihkan dari Manirenggo. Dua kepala sekolah dasar di sana, bernasib malang saat mengungsi. Dilaporkan, Kepala Sekolah Dasar Negeri I Kepurun celaka karena disambar kereta api saat perjalanan mengungsi di wilayah Kecamatan Ceper. Kepsek tersebut bernama Sumarno SPd. “Dia tersambar kereta api saat menyeberang menuju Ceper kemarin,” kata Gandung. Beruntung masih dalam perlindungan Tuhan, Sumarno masih hidup, setelah menjalani perawatan di salah satu rumah sakit. Sementara itu Kepala SD Negeri Sukoroni dilaporkan meninggal terpanggang lahar saat berada di rumahnya di Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. “Dia orangnya sangat ramah. Dia salah satu kepala sekolah terbaik kami di Manisrenggo, dia meninggal terpanggang di rumahnya saat erupsi Merapi Jumat,” tandasnya. Laporan kemalangan dua kepala sekolah dasar tersebut baru diterima Camat Manirenggo kemarin, sehingga pihaknya belum bisa mengambil tindakan apa-apa. “Laporan baru masuk, sehingga kami belum bisa berbuat banyak. Tentu kami sangat berduka,” katanya. Pencurian Ternak Mulai Merebak Sementara itu banyaknya rumah yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena mengungsi, dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak betanggungjawab untuk mencuri ternak. Setidaknya merebaknya pencurian ternak tersebut terjadi di wilayah Kecamatan Manisrenggo, utamanya di Desa Sukorini ke utara. Selain itu, juga terjadi di Kecamatan Jogonalan. Untuk di Manisrenggo, satu yang sudah dinyatakan positif kecurian adalah warga Dukuh Beteng, Desa Sukorioni, Kirman. Ironisnya, Kirman justru jadi amukan sang pencuri ketika sedang memergoki pencuri tersebut membawa sapinya. Akibatnya sudah sapinya hilang, Kirman harus dirawat di rumah sakit, yakni di RSI Manisrenggo. Sekretaris (Carik) Desa Sukorini Santoning saat dikonfirmasi bersama Camat Manirenggo Gandung Wahyudi menceritakan, pencurian ternak di rumah Kirman tersebut terjadi Minggu siang (7/11). “Pencurian sapi terjadi siang hari. Yang menambah kasian, si pemilik sapi itu malah dihajar oleh pencurinya hingga semaput (pingsan),” jelas Santoning. Menurut Santoning, pencuri yang beraksi tersebut tergolong nekat. Selain berani menyakiti pemiliknya, dalam operasinya membawa senjata tajam, semisal linggis. “La warga saya itu pingsan juga karena dihantam linggis,” tandasnya. Setelah pemiliknya semaput, sapinya dibawa oleh pencuri. “Berawal dari pencurian ini, warga kami menjadi resah. Mereka was-was hewan ternaknya hilang,” katanya. Diduga, pencurian hewan ternak ini dilakukan lebih dari satu orang. Pencurian juga meluas hingga desa sebelah, seperti Desa Gedongan, masih Kecamatan Manisrenggo. Bahkan juga meluas ke Kecamatan Jogonalan, yakni di Desa Ngladon. (jko)
Warga Sepuluh Desa Eksodus
Selasa 09-11-2010,07:20 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :