Walikota: yang Penting Saya Tidak

Rabu 10-11-2010,07:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KEJAKSAN - Transparency International Indonesia (TII) menghadiahi poin 3,61 untuk indeks persepsi korupsi di Kota Cirebon. Poin ini menempatkan Cirebon sebagai kota terkorup dari 50 kota besar se-Indonesia yang disurvei. Survei ini adalah yang kedua kalinya, tahun 2009 Kota Cirebon juga mendapatkan predikat yang sama (berita terkait baca halaman 1). Menanggapi predikat kota terkorup, Walikota, Subardi SPd mempertanyakan metode survei dan apakah pendapat TII sifatnya resmi atau tidak. “Bukan pendapat resmi. Bukan pendapat yang resmi untuk menilai. Ini sama saja dengan dua atau tiga tahun lalu, kan pernah ada juga survei,” ujar dia, Selasa (9/11) saat ditemui di Balaikota Cirebon. Menurut Subardi, indeks persepsi korupsi tersebut masih terlalu umum. Sebab, di Kota Cirebon terdapat banyak elemen aparatur pemerintah seperti birokrat, penegak hukum, dan masyarakat itu sendiri. Sebutan kota terkorup menjadi bisa lantaran tidak jelas apakah birokrat yang korup atau mungkin saja pihak swasta atau masyarakatnya yang korup. “Tidak mesti birokrat kan,” ucap walikota dua periode ini. Yang jelas, kata Subardi, sebagai upaya untuk memberantas korupsi, pihaknya sudah membuat pakta integritas yang kaitannya dengan kesediaan diri sendiri untuk tidak melakukan korupsi. “Yang penting saya tidak (korupsi, red),” kata dia. Terpisah, anggota DPRD Fraksi Partai Golkar, Lili Eliyah SH MH juga mempertanyakan metode survei yang dilakukan oelh TII sehingga membuat kesimpulan Kota Cirebon dan Pekanbaru sebagai kota terkorup di Indonesia. “Parameternya apa? Surveinya seperti apa?” tanya Lili. Lili menyayangkan kesimpulan TII yang memberikan poin 3,61 untuk Kota Cirebon. “Kapan surveinya? Siapa respondennya? Saya aja nggak tahu ada survei itu? Apa mereka pernah datang ke Cirebon? Itu kan hasilnya aja dirilisnya di Jakarta,” ujar Lili membeberkan rentetan pertanyaannya. Dalam rilis tertulis yang diterima Radar, Manajer Tata Kelola TII, Frenky Simanjuntak menjelaskan bahwa korupsi di Kota Cirebon dan Pekanbaru masih lazim terjadi dalam sektor-sektor publik. Pemerintah daerah dan penegak hukum sendiri tampak kurang serius memberantas korupsi. Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia adalah instrumen pengukuran tingkat korupsi di kota-kota di Indonesia. IPK Indonesia dibuat berdasarkan survei yang metodenya dikembangkan oleh TI-Indonesia. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka terhadap 9.237 responden pelaku bisnis antara Mei dan Oktober 2010. Rentang indeks  0 sampai 10. 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. (yud)

Tags :
Kategori :

Terkait