Waduh! Kebocoran Data Muncul Lagi, Pemerintah Didesak Segera Sahkan UU PDP

Sabtu 08-01-2022,21:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

KEBOCORAN data pribadi yang dialami oleh instansi publik kembali muncul. Terkait dengan berulangnya hal ini, Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi (KAPDP) menilai, hal ini semakin memperjelas fakta bahwa institusi publik pada umumnya belum siap untuk mengaplikasikan seluruh prinsip pelindungan data pribadi.

Kali ini, data yang diduga bocor dan dijual bebas di situs RaidForum adalah data pasien Covid‐19 milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang ditengarai berasal dari enam juta rekam medis pasien. Kabar yang menyeruak pada 6 Januari lalu itu menyebutkan bahwa sampel dokumen data pribadi dan rekam medis pasien tersebut berjumlah setidaknya 720 GB, dengan keterangan dokumen “Centralized Server of Ministry of Health of Indonesia” (server terpusat Kemenkes).

Data pribadi tersebut mencakup data identitas pasien (mencakup alamat rumah, tanggal lahir, nomor ponsel, NIK) dan rekam medis (mencakup anamnesis atau data keluhan utama pasien, diagnosis dengan kode ICD 10 atau pengkodean diagnosis internasional, pemeriksaan klinis, ID rujukan, pemeriksaan penunjang, hingga

rencana perawatan).

Atas insiden tersebut, pihak Kemenkes mengaku sedang melakukan asesmen permasalahan dan mengevaluasi sistemnya. Keseluruhan pemrosesan data pribadi pasien Covid‐19 oleh Kemenkes merupakan bagian dari ruang

lingkup penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yang menggunakan sistem elektronik.

Oleh karenanya, Koalisi menilai, terdapat beberapa instrumen hukum yang dapat dirujuk dalam kasus a quo, khususnya PP No. 46/2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan (PP SIK), PP No. 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), dan Permenkominfo No. 20/2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik (Permenkominfo 20/2016).

2

“Mengacu pada berbagai peraturan tersebut, setiap pemrosesan data pribadi harus sesuai dengan prinsip pelindungan data pribadi, termasuk kewajiban

memastikan keamanan data pribadi,” ujar Koalisi melalui keterangan resminya.

Selain itu, dalam hal keamanan sistemnya, Kemenkes juga dikatakan harus tunduk pada Perpres No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (Perpres SPBE), yang secara teknis operasionalnya telah diatur dalam Peraturan BSSN No. 4/2021 tentang Pedoman Manajemen Keamanan Informasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Standar Teknis dan Prosedur Keamanan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (Peraturan BSSN 4/2021).

Koalisi menyebut, beberapa peraturan perundang‐undangan tersebut dapat menjadi rujukan awal untuk mengidentifikasi tingkat kepatuhan dari pengendali dan pemroses data, dalam hal ini adalah Kemenkes, terhadap

kewajiban pelindungan data pribadi.

Dari proses itu setidaknya akan dapat diketahui penyebab dari terjadinya kebocoran, dengan melihat mekanisme kepatuhan mana saja yang tidak diindahkan dalam pemrosesan data pribadi. Selain tentunya melalui langkah‐langkah investigasi teknis keamanan siber lainnya, maupun kemungkinan terjadinya human error dalam pemrosesannya.

Proses tersebut juga dikatakan sekaligus menjadi acuan awal untuk menentukan dampak risiko yang mungkin terjadi pada subjek data, langkah‐langkah mitigasi yang harus dilakukan oleh pengendali dan pemroses data, untuk menghentikan kebocoran, serta tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Meski beberapa peraturan perundang-undangan tersebut dapat menjadi rujukan awal untuk mengidentifikasi tingkat kepatuhan dari pengendali dan pemroses data, dalam hal ini adalah Kemenkes, terhadap kewajiban pelindungan data pribadi, namun berbagai peraturan tersebut dunilay belum sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip PDP dan dikatakan cenderung tumpang tindih satu sama lain, yang berakibat pada ketidakpastian perlindungan.

Tags :
Kategori :

Terkait