KESAMBI – Ketua Umum Komunitas PNS Anti Korupsi (Kopak), Drs Syarip Hidayat menilai pernyataan Walikota Subardi SPd dalam menyikapi hasil survei TII tidak bijaksana. Seperti diketahui, Walikota Subardi SPd menyatakan yang penting dirinya tidak (korupsi), menanggapi survei TII yang menempatkan Kota Cirebon sebagai kota terkorup. “Jangan langsung begitu. Tidak bijaksana kalau begitu. Introspeksi dulu,” ujarnya, Minggu (14/11). Mestinya, kata Syarip, sebelum mengeluarkan pernyataan, walikota lebih dulu memanggil staf ahli untuk dimintai pendapat. Lalu staf ahli memberikan masukan kepada walikota, masukannya memanggil pejabat eselon II, III, dan IV. Isinya mempertanyakan sikap para pejabat itu terkait hasil TII. Jika semuanya mengatakan tidak melakukan, kemudian ditanya lagi jawabannya bisa atau tidak pernyataanya itu dipertanggungjawabkan secara transparan, baru setelah itu hasilnya disampaikan ke publik, sehingga data dilawan data. “Undang semua pejabatnya. Apakah benar ada perilaku korup? Kalau ada, maka ingatkan. Jangan jadi kebakaran rambut, panggil juga sekdanya. Semuanya harus tenang. Karena percuma ada staf ahli kalau tidak dimintai pendapat,” ungkapnya saat dihubungi koran ini melalui sambungan telepon. Bagi Kopak, hasil survei TII justru bisa dijadikan tolok ukur. Karena dengan berita itu bisa diketahui kredibilitas pejabat terhadap persoalan korupsi. Dan bagi Kopak tidak masalah, dan tidak perlu diresahkan, selama PNS atau birokrat tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Justru pihaknya yakin masih ada waktu untuk menghilangkan korupsi di tubuh PNS. “Saya masih yakin korupsi bisa dihilangkan di PNS. Asal walikota, wakil, dan sekda memberi contoh. PP No 53 mengatur itu. BKD juga harus berfungsi, inspektorat juga, jangan beri contoh tidak baik. Sekda sebagai pembina pegawai harus memberikan teladan. Jangan cuma briefing-briefing saja, kalau ada info, ada indikasi korupsi maka tindak. Sehingga walikota dua periode ini bisa harum namanya,” beber pria yang juga Sekretaris BPMPPKB Kota Cirebon ini. Syarip juga menyinggung keberadaan Kopak yang mestinya tidak perlu dilarang-larang. Karena harusnya yang dilarang adalah korupsi dan kesewenang-wenangan, dan di PP 53 mengaturnya. Kopak tidak ubahnya komunitas masyarakat lain yang ingin menyuarakan anti korupsi, hanya yang membedakan labelnya PNS. “Walikota, wakil, serta sekda pun harusnya arif menyikapi Kopak. Kalau dirasa bagus semangat ini, justru bisa dorong PNS masuk ke Kopak. Biar yang korupsi terdesak sampai akhirnya hilang. Bukan malah emosi dan kebakaran rambut,” paparnya. Dia menjelaskan, berdirinya Kopak didasari pengalaman empiris selama 32 tahun menjadi PNS, melihat gaya kepemimpinan birokrat yang tidak berubah. Dengan kesempatan alam demokrasi ini, terlebih munculnya jejaring sosial seperti facebook, ide dan gagasan pun akhirnya bisa tersalurkan. Menjadi visi Kopak PNS pada tahun 2020 bisa bebas dari korupsi. Pembina-pembina pegawai pun nanti akan ikut bersih, karena didukung staf yang bersih. “Kopak isinya bukan orang ngomong keras karena jabatan. Bukan juga orang frustasi jabatan. Gerah melihat gaya pemimpin di PNS yang arogan menunjukkan siapa saya, siapa aku, ini uang aku, padahal itu uang rakyat, tahu!” tukasnya. Syarip menambahkan, sampai saat ini sudah banyak PNS yang bergabung ke dalam Kopak. Meski sempat surut akibat pernyataan sekda, yang menganggap Kopak itu pengebirian. Tapi belakangan, simpati dari PNS yang ingin perubahan muncul lagi tetap dengan semangat anti korupsi. Ini justru mengangkat citra harkat, dan martabat bagi PNS, ternyata tidak semua korupsi. Masyarakat juga boleh bergabung, sebagai pendukung kekuatan sosial, semua elemen dipersilakan, karena kopak milik masyarakat. “Bedanya apa Kopak dengan kelompok sekda yang suka keliling Cirebon? Harusnya ini didukung kan bukan malah dibasmi. Tapi saya bertekad sekalipun sendiri, Kopak akan tetap berjalan. Karena kematian manusia merupakan takdir Ilahi Rabbi, perjalanan ini ibadah, dan keberanian menyuarakan anti korupsi adalah perwujudan harga diri yang telah diwariskan pejuang negeri ini,” pungkasnya. Senada dengan Syarip, Direktur Cirebon Educational Care (CEC) Dedi Supriadi SPdI MPd mengatakan, walikota harusnya segera berkoordinasi dengan di bawahnya, untuk mengetahui betul atau tidak, adanya predikat kota terkorup. Karena TII berani menyampaikannya secara terbuka kepada masyarakat luas, karena punya data, bukan justru cuci tangan. “Telusuri kebenaran informasinya, turun ke bawah dan selidiki,” tandasnya. Sebab, kata Dedi, perlu diingat walikota adalah pemegang kebijakan. Karenanya, di saat yang lain melakukan korupsi, sementara dirinya mendeklarasi orang yang bersih, maka tetap itu adalah tanggung jawab pimpinan, dan harus merasa malu. Diibaratkan rumah, walikota adalah kepala rumah tangga, kemudian di dalam rumah ada anggota keluarga yang menjadi maling, maka mestinya malu. Begitupun dengan kejaksaan dan kepolisian harusnya bisa tanggap. “Kalau memang korupsi itu mengakar dan terbukti di kota ini, harusnya walikota memecat. Itu namanya pimpinan. Atau bisa jadi diduga semuanya terlibat. Pernyataan walikota itu bukan malah mendidik dan membuat rakyat jadi pintar,” paparnya. Terpisah, pengamat hukum Saefudin Mansur SH menyikapi statemen yang disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Lili Eliyah SH MM soal keengganannya membentuk panitia khusus (pansus) terkait hasil TII, karena tidak adanya bukti permulaan yang cukup. Menurut Saefudin, pernyataan Lili tersebut tidak tepat. Karena membuat pansus tidak harus menunggu bukti-bukti. “Kalau sudah masuk bukti awal, artinya sudah masuk ranah hukum. Itu fungsinya penegak hukum, yang sifatnya preventif dan represif. Saefudin juga mendukung usulan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Drs Cecep Suhardiman SH MH yang mencoba untuk membuat pertemuan dengan TII, dan dari hasil pertemuan tersebut rencananya akan membuat pansus. “Sudah semestinya DPRD untuk menggunakan hak interpelasi. Tidak harus nunggu bukti awal yang dinyatakan Lili, apa-apan itu maksudnya?” tegas Saefudin. (hen/hsn)
Sebaiknya Introspeksi Dulu
Senin 15-11-2010,07:10 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :