Batu Ganjar

Selasa 15-02-2022,08:00 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

\"Dasar yang digunakan pun satu: UU No 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan,\" ujarnya.

\"Harusnya, baiknya, IPL untuk tambang batu Wadas dibuat terpisah. Dasar yang digunakan mestinya UU Pertambangan,\" tambahnya.

Kiai Imam lahir di Pati. Ia putra seorang kiai terkemuka di sana. Ayahnya itu diminta gabung ke pondok pesantren \'bintang sembilan di Yogyakarta, Krapyak.

Untuk ikut membantu kiai utama di situ, KH Ali Maksum —Rais Syuriah NU pada zamannya.

Kiai Imam sendiri awalnya sekolah di pesantren Jepara milik Rais Aam NU berikutnya, KH Sahal Mahfudz. Lalu melanjutkan ke Pesantren Krapyak.

Ketika kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Imam menjadi aktivis mahasiswa. Ia pernah duduk sebagai ketua PMII cabang Yogyakarta —organisasi mahasiswa NU. Ia juga menjadi pemimpin redaksi majalah kampus, Arena.

Kiai Imam, kini berumur 59 tahun. Pembawaannya tetap: kalem, pendiam, rendah hati. Ia tergolong jarang bicara —kalau tidak diminta. Tapi hatinya teguh. Apalagi kalau harus membela rakyat kecil yang termarjinalkan.

Ia juga dikenal sebagai kiai yang nyaris zuhud —tidak tertarik uang dan kekayaan. Juga jabatan.

Ia pernah duduk sebagai pengurus di PBNU, tidak lagi sekarang. Tapi Wakil Presiden KH Ma\'ruf Amin memintanya untuk menjadi salah satu staf khususnya.

Empat hari lalu Kiai Imam bertemu Gubernur Ganjar Pranowo. Bersama dengan tim dari Komnas Hak Asasi Manusia. Kiai Imam diminta pendapat.

\"Saya sarankan agar beliau ke Wadas. Secara pribadi. Untuk mencairkan suasana. Tidak usah bicara persoalan dulu. Yang penting cair dulu,\" ujarnya.

Kiai Imam menemukan alasannya. \"Anggap saja ke Wadas untuk melayat. Kebetulan kiai di desa itu meninggal dunia. Belum tujuh harinya,\" ujarnya.

Memang, saat peristiwa Wadas terjadi, desa itu sebenarnya lagi berduka. Itulah hari-hari meninggalnya KH Syamsu Bahri.

\"Berapa kali kiai Imam ke Wadas?\" tanya saya.

\"Satu kali,\" katanya.

Itu karena sejak tahun 2018, tokoh-tokoh warga Wadas sering menemuinya. Mereka tidak setuju gunung batu di atas perkampungan mereka ditambang. Alasannya: takut air yang jadi sumber kehidupan pertanian mereka terganggu.

Tags :
Kategori :

Terkait