Angkum Tua Sulit Diremajakan

Kamis 07-11-2013,15:36 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KUNINGAN- Akibat pendapatan minim, sekitar 279 angkutan umum (angkum) atau sekitar 27 persen dari total 1.014 unit, baik angdes maupun angkot belum diremajakan. Angkum yang belum diremajakan kebanyakan kendaraan tua yang tahun pembuatannya sekitar tahun 1980. Meski pengemudi angkum mengetahui hal itu, namun tampak tak peduli karena keterbatasan uang untuk mencicil. Para pengemudi hanya mampu menunaikan kewajiban untuk memperpanjang KIR. “Kalau mengacu pada aturan perda, bahwa mobil angkutan umum yang sudah berumur 15 tahun harus diremajakan. Namun, kenyataan di lapangan tidak semua dilakukan oleh pemilik kendaraan, karena keterbatasan dana yang dimiliki,” ucap Kadishub Kuningan, Jaka Chaerul kepada Radar, kemarin (6/11) di kantornya. Menurut dia, sejak penumpang sepi pemilik kendaraan kesulitan untuk melakukan peremajaan kendaraan. Pihak pemerintah sendiri memberlakukan aturan trayek satu tahun sekali terhadap mobil berumur 15 tahun dengan harga sama bagi pemilik kendaraan baru. Sebagai contoh, kata dia, bagi kendaraan yang usia belum 15 tahun membayar trayek lima tahun sekali dengan harga Rp350 ribu. Harga ini diberlakukan sama Rp350 ribu kepada angkutan yang belum diremajakan. Namun, duriasinya hanya satu tahun. Meski mahal banyak yang memilih bayar trayek satu tahun sekali dari pada harus diremajakan. “Memang tidak ada aturan yang mengharuskan kendaraan yang lebih dari 15 tahun diremajakan. Ini mungkin yang membuat pemilik kendaraan mempertahakan angkutaan yang ada,” tandas mantan kasatpol PP Kuningan ini. Jaka mengaku, meski tidak melakukan peremajaan tapi kendaraan itu melakukan pengujian kendaraan atau KIR setiap enam bulan sekali. Bahkan, pendapatan dari KIR hingga bulan Oktober sudah mencapai 100 persen lebih dari target Rp485 juta/tahun.   Sebenarnya, lanjut dia, kalau pemilik kendaraaan lebih sadar tujuan dari peremajaan itu adalah agar penumpang lebih nyaman dan tentu keselamatan terjamin. Tapi, karena mereka berpatokan minimnya pendapatan jadi tidak mau diremajakan. “Mungkin kalau ada aturan pelarangan kendaraan yang umurnya sudah tua mungkin semua mau meremajakan. Tapi, karena tidak ada jadi selama masih bisa nyala mereka menggunakanya,” jelasnya. Mengenai aturan untuk angkutan umum, kata Jaka, tidak mengharuskan memilih satu merek, tapi berdasarkan spesifikasi angkutan yang selama ini digunakan. Mereka berhak memilih sesuai dengan kemampuan untuk mencicil. “Kami tidak ikut campur masalah tipe mobil yang akan dipilih, yang terpenting sesuai dengan standar,” jelasnya. Terpisah, dari dua sopir angdes jurusan Taraju-Kuningan  yang dimintai komentar terkait  tidak dilakukannya peremajaan beralasan, karena minimnya pendapatan. Menurut mereka, pendapatanya sehari-hari hanya sekitar Rp40 ribu, sementara cicilan ke diler sangat besar.   “Kalau pendapatannya banyak saya mau mengganti mobil tanpa disuruh pun, karena demi kenyamanan. Tapi, kalau seperti sekarang sepi, hanya sebuah mimipi,” kata Rasmud yang kendraan angdesnya diproduski tahun 1980. Rasmud yang didampingi Karsum meminta, dishub seharusnya memberikan keringanan kepada pengemudi seperti mereka. Keduanya mencontohkan, boleh mengganti kendaraan meski bekas asalkan tahun pembuatan lebih muda dari sekarang. Cara ini bisa dilakukan karena mungkin cicilan tiap bulannya tidak memberatkan. “Memang yang menggunakan kendaraan tua kebanyakan jenis angdes. Meski tidak nyaman, penumpang tidak banyak protes. Karena memang seperti itu adanya,” timpal Karsum. (mus)

Tags :
Kategori :

Terkait