SEMAKIN TIDAK JELAS

Rabu 24-11-2010,07:58 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Banyak misteri menyelimuti Gedung Wanita. Bukan karena bangunannya yang semakin tidak terawat dan terkesan angker. Tetapi, misteri soal pola perencanaan yang makin tidak jelas, anggaran pemerintah daerah yang dialokasikan dan soal siapa yang mencetuskan rencana rehab Gedung Wanita, yang hingga kini tidak diketahui. ANEH tapi nyata. Setelah dana bantuan provinsi yang menjadi polemik karena merasa tidak diterima oleh pengelola yang sudah berakhir masa jabatannya sejak 2005, masalah baru kini datang. Anggaran rehab yang tercatat dalam APBD perubahan 2010 sebesar Rp100 juta menjadi misterius lantaran tidak ada yang mengaku sebagai pengusulnya. Anggaran Rp100 juta itu jadi polemik soalnya pemerintah kota melalui Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) sudah menganggarkan Rp800 juta untuk pembangunan pagar (dobel anggaran). Alasan otoritas terkait pun seperti dibuat-buat, dari salah ketik sampai yang terbaru adalah lupa belum dihapus. Tapi, keanehan yang meliputi Gedung Wanita tidak berhenti sampai disitu. Yang terbaru adalah pengakuan Kepala Seksi Tata Bangunan DPUPESDM, Tata Suparman. Dia blak-blakan membeberkan tidak pernah mengusulkan adanya rehab dan pembuatan pagar Gedung Wanita. “Kita tuh nggak pernah ngusulin, tapi ada di APBD-nya jadi ya harus dilaksanakan,” ujar dia, saat ditemui wartawan koran ini di ruang kerjanya. Lantas, siapa yang mengusulkan? Tata cuma geleng-geleng kepala dan mengaku tidak tahu. Aneh bukan! Ternyata mekanisme perencanaan rehab Gedung Wanita yang aneh ini tidak berhenti sampai disitu. Sebab, sejak awal DPUPESDM hanya menganggarkan untuk dilakukannya rehab total dengan total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp2 miliar. Sedangkan perencanaan rehab termasuk perbaikan bagian atap dan plafon yang totalnya mencapai Rp1 miliar, bukan termasuk dalam daftar usulan yang dibuat DPUPESDM. Bahkan, yang terbaru, soal pemagaran yang anggarannya mencapai Rp800 juta juga bukan termasuk usulan DPUPESDM. “Cuma karena pelaksananya kita, ya jadi kita tanggung jawabnya ada di kita,” tuturnya. Termasuk untuk 2010, DPUPESDM juga tidak mengajukan rehab untuk Gedung Wanita. Sebab, rencana anggaran yang mencapai Rp2 miliar itu sudah tidak relevan lagi dengan kenaikan harga bahan bangunan dan material lainnya. Anggaran yang terlalu besar tersebut, juga tidak bisa ditangani oleh APBD pemerintah kota, sehingga proses pengerjaannya dilakukan bertahap seperti yang dilakukan sekarang ini. “Kalau sampai saat ini sih di RKA (rencana kegiatan anggaran) kita nggak ada rencana rehab untuk 2011. Tapi nggak tahu nanti kalau muncul lagi ada rencana rehab,” katanya. Meski mengaku tidak mengusulkan rehab Gedung Wanita, namun keterangan berbeda di dapat Radar dari Pelaksana Teknis CV Karya Beringin, Abdul Rojak. Pria yang merupakan pelaksana rehab pagar dan taman Gedung Wanita mengaku proyek tersebut adalah usulan DPUPESDM. “Kalau kita mah cuma ngerjain saja. Ada proyeknya di APBD, pekerjaannya kita yang dapet,” kata dia, saat ditemui di Gedung Wanita. Keterangan Rojak lagi-lagi berbenturan dengan Tata. Kali ini soal pekerjaan rehab 2011 yang menurutnya sudah diusulkan oleh DPUPESDM dan tinggal menunggu realisasi saja. Keterangan ini tentu berbeda dengan Tata yang mengaku tidak membuat usulan rehab 2011 dan tidak ada di RKA DPUPESDM. “Kalau kita sih nunggu aja, disetujui atau tidak. Tapi ada kok usulannya,” ungkap dia. Sementara itu, anggota Fraksi Partai Demokrat, Drs Cecep Suhardiman SH MH menyayangkan sikap DPUPESDM yang justru mengaku tidak mengusulkan rehab Gedung Wanita. Menurutnya, sebagai institusi teknis mestinya DPUPESDM bertanggung jawab pada persoalan tersebut, terlepas melakukan usulan atau tidak. “Ya, nggak bisa gitu dong,” ucap dia, di ruang kerja Komisi A. Cecep juga menyayangkan pemkot yang tidak punya perencanaan yang jelas pada Gedung Wanita. Sehingga, dana yang kini sudah mencapai Rp1,8 miliar untuk rehab nantinya malah akan mubajir. “Dari dulu direhab terus, nggak selesai-selesai,” katanya. Menurut dia, sebaiknya pemkot memang melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk pengelolaan Gedung Wanita. Sebab, kalau pun selesai direnovasi dan kondisinya kembali bagus, tetap pemkot akan kewalahan dengan biaya pemeliharaan dan pengelolaan yang kemungkinan tidak bisa di-cover dari APBD. Sebab, dengan jenis usaha penyewaan gedung untuk pernikahan dan berbagai acara lainnya, keuntungannya tidak signifikan. Menurut catatannya, pendapatan asli daerah dari Gedung Wanita dalam satu tahun hanya Rp20 juta. Jumlah yang tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan pemkot untuk melakukan rehab. Mau dibawa ke mana Gedung Wanita? (yuda sanjaya)

Tags :
Kategori :

Terkait