Krisis BBM Kian Parah

Kamis 25-11-2010,06:35 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Bupati Aang Diminta Segera Ambil Sikap KUNINGAN – Belakangan ini Kabupaten Kuningan mengalami krisis Bahan Bakar Minyak (BBM), terutama bahan bakar jenis premium. Bahkan, kian hari fenomena krisis tersebut semakin parah. Bupati H Aang Hamid Suganda selaku pimpinan daerah diminta untuk melakukan upaya dalam mengatasi krisis tersebut. Krisis BBM rupanya tidak hanya jenis premium saja. Bensin jenis pertamax pun ikut sulit dicari orang. Terlebih dari belasan Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) yang ada di Kota Kuda, hanya beberapa SPBU saja yang menyediakan bensin pertamax. Pantauan Radar, sejak pagi hingga siang stok premium di sejumlah SPBU kehabisan. Akibatnya, sejumlah pengendara baik kendaraan roda dua dan empat, terpaksa harus meninggalkan SPBU yang didatangi dengan perasaan kecewa. Bagi mereka yang betul-betul kehabisan bensin, terpaksa harus membeli bahan bakar itu di pedagang eceran. Meski pedagang eceran memasang harga Rp6000 perliter, namun mereka tetap membelinya. Tak heran jika di sejumlah pedagang eceran, antrean pun terjadi. Lantaran stok pedagang eceran terbatas, banyak dari pengendara yang tidak kebagian jatah. Sekitar pukul 11.00 ketika pasokan premium tiba, antrean cukup panjang terjadi di sejumlah SPBU. Yang terpantau, yakni SPBU Cirendang, Cilowa, Cijoho, dan Ancaran. Ratusan kendaraan roda dua dan empat rela antre dibawah panasnya terik matahari menunggu giliran pengisian. Banyak dari pengendara yang merasa kecewa terhadap minimnya stok BBM. Pasalnya, bukan hanya premium yang sulit dicari, jenis pertamax juga rupanya sulit dijumpai di sejumlah SPBU. Seperti yang dialami Musa (30), pengendara sepeda motor Yamaha Mio. Ketika hendak mengisi pertamax karena tak tahan mengantre di SPBU Cirendang, petugas disana mengatakan kehabisan stok. Kondisi seperti itu mengundang reaksi para wakil rakyat yang duduk di parlemen daerah. Oyo Sukarya SE misalnya, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kuningan itu menyayangkan kebijakan pusat, terutama pertamina. Dengan kebijakan kendaraan keluaran 2005 ke atas harus menggunakan pertamax, berimbas kepada seluruh masyarakat kelas menengah ke bawah. ”Dampak terhadap ekonomi masyarakat akibat kurangnya pasokan premium sangat berat. Kami sangat menyayangkan dan merasa prihatin. Ini pasti akan berpengaruh kepada stabilitas harga dan biaya hidup masyarakat. Ongkos angkutan pasti naik, begitu juga harga kebutuhan pokok,” ungkap politisi asal Golkar itu kepada Radar, kemarin. Ia melanjutkan, adanya kebijakan itupun bakal menimbulkan manipulasi bahan bakar oleh oknum SPBU. Misalnya dengan cara mengoplos premium dengan pertamax yang dijual dengan harga pertamax. Tentu saja itu sangat merugikan masyarakat yang notabene konsumen dari bahan bakar tersebut. Kekhawatiran lainnya, tambah Oyo, SPBU lebih memilih untuk menjualnya ke pedagang eceran ketimbang menjual langsung. Kekhawatiran itu bisa saja terjadi mengingat banyak SPBU yang ingin meraup untung lebih besar. Hal itu juga dibenarkan Didi Setiadi SPd, anggota dewan lainnya. Menurut dia, adanya kebijakan sekarang sangat berimbas kepada masyarakat menengah ke bawah. Satu contoh, seorang peternak yang biasa menggunakan motor butuh untuk mencari rumput di sawah. Lantaran premium terbatas kata dia, produktivitas mereka dalam mencari rumput bakal berkurang. Akibatnya lambat laun mereka akan menjual hewan ternaknya. Terlebih desakan kebutuhan semakin tinggi dengan adanya kemungkinan kenaikan harga sembako. Baik Oyo maupun Didi menilai Pertamina seperti lembaga yang baru berdiri saja. Dampak luasnya tidak terpikirkan dengan adanya pemilahan jenis kendaraan pengguna bahan bakar. Padahal, petugas SPBU juga sulit untuk membedakan mana kendaraan keluaran baru dan tidak. Terlebih di Kuningan, prosentase kendaraan mewah masih relatif kecil dibandingkan kendaraan-kendaraan tua. ”Kendaraan di daerah itu biasanya buangan kendaraan tua dari kota. Prosentase mobil mewah di daerah tentu saja relatif kecil. Ini tak dipikirkan oleh pertamina. Kebijakan yang dikeluarkan menurut saya menyulitkan sistem kontrol. Padahal awalnya kami memuji kinerja Pertamina dengan stabilnya harga BBM selama ini,” katanya. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, tambahnya, pemerintah harus ancang-ancang menaikkan gaji PNS. Itu setelah melihat kekhawatiran imbas dari dikeluarkan kebijakan mengingat biaya operasional mengalami peningkatan. Kepada bupati, pihaknya mendorong adanya upaya penyikapan terhadap masalah ini. Meski itu merupakan kebijakan pusat, setidaknya Pemkab dapat merekomendasikan penyeimbangan stok antara premium dengan pertamax. Sebab, yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat di daerah, termasuk Kabupaten Kuningan. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait