M Saelan, Mantan Kiper Tim Indonesia dan Komandan Cakrabirawa

Selasa 26-11-2013,11:27 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

MASJID Teja Suar sontak menjadi buah bibir, setelah media ramai-ramai memberitakan bahwa masjid bersejarah itu, dijual oleh pemiliknya. Masyarakat pun bertanya-tanya, siapa sebenarnya HM Saelan, sosok pemilik masjid yang berlokasi di Jl Tuparev, Kabupaten Cirebon itu? Syahroni, mantan muadzin masjid Teja Suar menceritakan panjang lebar sosok M Saelan dan sejarah masjid Teja Suar. Syahroni tinggal di Masjid Teja Suar saat masih bersekolah, sekitar tahun 1979-1990. Selain dirinya, mantan wakil walikota Cirebon Dr H Agus Alwafier By MM tinggal di Masjid Teja Suar sejak tahun 1976 sampai 1988. Karenanya, baik dirinya maupun Agus Alwafier sudah sangat mengenal sosok M Saelan. Menurut Syahroni, nama lengkap Saelan sebenarnya adalah Mauli Saelan. Yang bersangkutan sebenarnya berlatar belakang militer dengan menyandang perwira tinggi. Hanya saja, dia tidak mengetahui secara detail bintang berapa yang disandang Saelan. Meskipun jenderal, namun sosok Saelan tidak banyak bicara. Kalaupun berbincang dengannya, biasanya seputar memakmurkan masjid. Sedangkan untuk berbicara di luar masjid hampir jarang dilakukan. Sosok Saelan, masih kata guru PAI SMAN 4 itu, pernah menjadi kiper tim sepakbola Indonesia tahun 1952. Saat ini, Saelan berusia sekitar 85 tahun. “Dulu saat saya masih menjadi muadzin di Masjid Teja Suar, kalau liburan HM Saelan sering ke Cirebon termasuk bertemu anak-anaknya,” ungkap Syahroni. Namun dia mengaku tidak terlalu akrab dengan anak-anak M Saelan. Rumah sebelah masjid yang kebetulan milik keluarga M Saelan, sering ditempati  Syahroni jika M Saelan dan keluarga tidak berada di Cirebon. “Tapi kalau M Saelan ke Cirebon, saya memilih tidur di masjid. Sosok Saelan termasuk orang yang konsen dengan agama Islam. Setiap Idul Adha, Saelan selalu kurban dua ekor sapi,” bebernya. Nama Masjid Teja Suar pun memiliki makna tersendiri. Saelan memilih nama Teja Suar karena kata Teja sebenarnya nama ayahnya sendiri. Sedangkan Suar memiliki makna mercusuar yang bisa menerangi semua pihak. Tidak heran jika perkembangan Teja Suar saat itu menjadi masjid rujukan umat Islam di wilayah Cirebon. Bahkan Masjid Raya At-Taqwa saat itu belum terkenal seperti Teja Suar. Bukan hanya itu, berbagai kegiatan di Masjid Teja Suar, banyak pembicara yang didatangkan langsung dari ITB. Masjid itu berdiri di atas tanah sekitar 3.000 meter persegi. “Tugas saya saat itu sebagai muadzin dan jemput khotib Jumat. Satu jam sebelum subuh, saya biasanya adzan membangunkan umat Islam persiapan salat subuh,” kata Syahroni. M Saelan yang mendirikan lembaga pendidikan Al Izhar Pondok Labu Jakarta  ini, ternyata mantan komandan Cakrabirawa. Bagi Saelan, orang yang paling berpengaruh di hidupnya adalah ayahnya yang keras dan memiliki mental kuat. Ayahnya juga penggemar sepakbola dan dulu pemain kiri dalam Oliveo, klub terkenal di Jakarta sebelum perang. Tiap pagi, Saelan diajak latihan lari sepanjang 3-5 kilometer. Sore latihan reaksi di lapangan tenis tidak jauh dari rumah. Saelan berusaha menangkap bola tenis yang kecil dan cepat lajunya. Ketika itu, dirinya duduk di HBS Makasar. M Saelan dilahirkan di Makasar pada tanggal 8 Agustus 1926 dan gemar sepakbola sejak duduk di Fraterschool, sekolah dasar Katolik di Makasar yang dipimpin para frater (broeder). Mula-mula ia pemain sentervoor di regu kelas dua MOS (Main Oentoek -Sport), klub sepakbola yang didirikan oleh ayahnya. Lama tidak dapat naik ke pemain kelas satu, karenanya satu tahun ia berhenti. Sesudah itu, MOS memerlukan kiper. Saelan dijagokan. Pelatihnya ayahnya sendiri. Kecuali latihan lari dan menangkap bola di lapangan tenis seperti dikatakan di atas, Saelan kerap kali dilatih di lapangan oleh ayahnya, berduaan saja atau kadang-kadang dengan beberapa teman. Ternyata ia punya bakat kiper. Ada suatu hal yang dikemukakan bekas kiper Saelan, yakni arti dan bantuan keluarga. Seorang pemain harus penuh disiplin. Dalam keluarga ia dapat menemukan kehidupan yang tenang dan teratur. Isterinya banyak membantu dalam hal ini. Tentunya Saelan mengatakan ini berdasarkan pengalaman. Keluarga Saelan dikaruniai tiga orang anak laki-laki. Lama kiper Saelan tak banyak diketahui. Namun, bagi banyak orang mungkin sejak Asian Games di Tokyo tahun 1958, sampai tahun yang lalu terdengar kabar bahwa Letkol (waktu itu, ldni Kolonel) Maulwi Saelan terpilih sebagai Ketua Umum PSSI. Bagi penggemar sepakbola, nama Saelan tidak asing lagi. Namanya tidak lagi terpisahkan dari perjuangan regu nasional Indonesia dalam pertandingan-pertandingan internasional sepakbola. Dialah yang menjaga gawang kesebelasan Indonesia pada Asian Games pertama di New Delhi tahun 1951. Ia muncul lagi dalam pertandingan di Olympic Games di Melbourne tahun 1956, di Asian Games ke-3 di Tokyo tahun 1958, dalam perebutan piala Jules Rimet di RRT sekitar waktu yang sama, dalam banyak pertandingan PSSI di Eropa, dan sebetulnya menurut rencana juga di Asian Games ke-4 di Jakarta tahun 1962. Kemudian dengan Jawa Timur di Surabaya tanggal 17 Desember 1965 dan akhirnya pada tanggal 23 bulan yang sama di Jakarta melawan \'tim pilihan pertama\'. Tim pilihan pertama ialah tim yang pertama terbentuk dan merupakan suatu tahapan dalam usaha menyeleksi pemain-pemain dan membentuk regu nasional. Salah satu dari pengalaman yang sangat mengesankan ialah ketika ia bertanding melawan regu Rusia di Olympic Games tahun 1956 di Melbourne. Ketika itu, Saelan dan rekan-rekan berhasil memaksa Uni Soviet untuk main 0-0 dalam pertandingan pertama. Stand ini tetap dipertahankan sesudah diperpanjang 15 menit, hingga perlu diadakan pertandingan kembali. Pertandingan ini bagi Saelan adalah yang paling memuaskan meskipun pada pertandingan ulangan, akhirnya kalah dengan angka 4-0. Paling memuaskan karena pada penilaiannya, permainan waktu itu merupakan prestasi tertinggi yang pernah dicapai oleh regu nasional. Pertandingan itu membesarkan hati karena dari situ terbukti bahwa jalan kejuaraan internasional terbuka. Sebab, regu Rusia bukan lawan yang enteng, mereka kemudian keluar sebagai juara Olympic Games tahun itu. Regu nasional kalah dengan selisih begitu banyak. Saelan menganggap pemain Indonesia tidak punya daya tahan fisik yang kuat untuk bertahan dalam pertandingan berturut-turut dalam jangka waktu begitu pendek. Dan itu letaknya kelemahan pemain-pemain Indonesia. Orang Indonesia tidak begitu tinggi bila dibandingkan dengan banyak bangsa asing, berat atau besar badannyapun kalah. Tapi ini tidak mengapa, karena dengan teknik-teknik tertentu seorang pemain bola yang bertubuh kecil dapat unggul dalam melawan pemain yang bertubuh besar, tidak perlu kalah desak dengan pemain yang berotot lebih kuat. Dibandingkan dengan pemain-pemain Eropa, orang Indonesia mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan. Daya reaksi cepat, kelincahan gerak-gerik, elastisitas. Tapi sayang sifat-sifat ini belum dapat digunakan sebaik-baiknya dalam bertanding dengan orang asing yang gerak-geriknya kaku, daya reaksi kurang cepat dan tidak begitu elastis itu. (abd/diolah dari berbagai sumber)  

Tags :
Kategori :

Terkait