Radarcirebon.com, CIREBON - Sejarah Dukuh Semar di Kota Cirebon, tidak lepas dari kisah Syekh Siti Jenar saat pertama kali tiba di Cirebon. Mahluk bernama Dang Hyang Semar menemuinya.
Sejarah mengenai nama Dukuh Semar Kota Cirebon, tercatat dalam Naskah Cipaku. Sosok Dang Hyang Semar menurut naskah itu, disebut Ratu Galuh.
Berdasarkah sumber sejarah dari Naskah Cipaku, Dukuh Semar menjadi tempat pertemuan Syekh Siti Jenar dan Dang Hyang Semar juga Pangeran Cakrabuana.
Dang Hyang Semar adalah sosok mahluk yang sudah hidup di era Purwakala. Ketika tokoh tersebut bertemu di lokasi yang sekarang bernama Dukuh Semar dan menjadi nama jalan di Kota Cirebon.
BACA JUGA:Tolak Kenaikan BBM, Puluhan Mahasiswa Gelar Aksi Demi di Depan Gedung DPRD Kota Cirebon
BACA JUGA:Menko Airlangga Kumpulkan Kepala Daerah Beberkan Rekomendasi TPIP
Nama Dukuh Semar menurut Naskah Cipaku yang menjadi sumber sejarah berkaitan dengan kisah pertemuan ketiga tokoh tersebut.
Syekh Lemah Abang atau Syekh Siti Jenar berjumpa dengan Dang Hyang Semar dan Pangeran Cakrabuwana. Dalam pertemuan itu, Syekh Siti Jenar ditanya soal ajaran apa yang dibawa ke Cirebon.
“Ketika beliau-beliau ini sedang dalam perjalanan, di satu tempat bertemu dengan sesosok makhluk yang sudah hidup di era purwakala yang disebut Dang Hyang Semar, yang dalam Naskah Cipaku disebut sebagai Ratu Galuh,” kata Pustakawan Keraton Kanoman, Farihin.
Ditempat pertemuan tersebut, Syekh Lemah Abang atau Syekh Siti Jenar, lanjut Farihin, mendapat pertanyaan dari Dang Hyang Semar. “Dan Hyang Semar bertanya kepada Syekh Lemah Abang, ajaran apa yang hendak dibawa,” lanjutnya.
BACA JUGA:10 Warga Keracunan di Galagamba Cirebon, Usai Makan Nasi Tumpeng Syukuran Rumah
BACA JUGA:Puluhan Warga Desa Galagamba Cirebon Mengelami Keracunan Usai Santap Nasi Tumpeng
“Kenapa diberi nama Dukuh Semar, karena orang Cirebon meyakini kalau Semar itu berasal dari Cirebon dan Dukuh artinya kampung. Maka, Dukuh Semar itu artinya kampung semar,” bebernya.
Dia menjelaskan, bahwa ada yang menjadi saksi bisu bertemunya ketiga tokoh tersebut yang sampai dengan saat ini masih ada, yakni Pohon Serut. Pohon itu berusia ratusan tahun, karena pertemuan itu terjadi pada abad 15.
“Sampai sekarang pohonnya masih ada. Bahkan, ada sebagian orang yang mengsakralkan pohon tersebut," kata Farihin.