Ending : Jangan Korbankan Masyarakat

Selasa 10-12-2013,10:41 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KUNINGAN – Kesepakatan para penghulu untuk tidak menerima calon pengantin yang menikah di luar jam dan hari kerja, menuai reaksi dari wakil rakyat. Salah satunya H Ending Suwandi yang kebetulan menjabat ketua Komisi D DPRD. Dia menilai, kesepakatan tersebut memberatkan masyarakat terutama kultur yang sudah melekat selama ini. Politisi Partai Golkar itu menegaskan, secara hukum pihaknya pun setuju dengan upaya KAU menghindari praktik yang menjurus pada gratifikasi. Namun, upaya yang dilakukan mestinya tidak boleh mengorbankan masyarakat. Menurutnya, adat istiadat masyarakat Kuningan berbeda. Karena sanak keluarga dipastikan menyaksikan prosesi akad nikah. “Dari adat istiadat juga, mereka ada yang mempercayai waktu dan tempat yang baik untuk digelar pernikahan. Sementara pernikahan itu merupakan sesuatu yang sangat sakral. Bagaimana nanti ketika mereka sudah menentukan waktu dan menyebarkan undangan?” ucap pensiunan birokrat itu, kemarin (9/12). Jika kesepakatan tersebut diterapkan secara saklek mulai 1 Januari 2014 mendatang, lanjut dia, maka akan terjadi hal yang tidak baik di masyarakat. Masyarakat akan merasa keberatan, karena itu menyangkut kultur yang begitu melekat. Untuk mengubahnya mesti melalui proses yang bertahap dan pelan-pelan. “Saya menolak tegas gratifikasi, tapi jangan korbankan masyarakat. Nah, tinggal bagaimana para pihak terkait memikirkan bagaimana solusinya dan bentuknya seperti apa,” tandasnya. Lantaran merasa persoalan tersebut mendesak, Ending mencoba menemui kepala Kemenag Kuningan guna menanyakan hal itu. Dia meminta agar kemenag terus berkoordinasi dengan instansi di atasnya dalam melahirkan sebuah regulasi yang solutif. “Menurut kepala kemenag, itu hanyalah merupakan kesepakatan para penghulu saja, hasil pertemuan di Ciamis, bukan sebuah kebijakan. Kepala KUA sendiri tidak menginstruksikan kebijakan seperti itu,” tutur Ending. Kesepakatan tersebut, lanjut dia, merupakan bentuk kekhawatiran para penghulu terhadap kasus yang terjadi di Jawa Timur. Itu dilakukan sambil menunggu keputusan dari instansi kemenag yang lebih atas. Sehingga baginya bukan menjadi harga mati. “Intinya kami menolak gratifikasi tapi juga jangan sampai KUA atau kemenag mengambil kebijakan yang mengorbankan masyarakat banyak,” tukasnya. Lalu bagaimana jika para penghulu nanti melancarkan aksi mogok? Menurut Ending jangan sampai terjadi. Aksi yang seharusnya dilakukan yakni dengan cara pelan, karena pernikahan sebuah prosesi yang sangat sakral. Seperti diberitakan sebelumnya, para kepala KUA se-Kuningan telah sepakat untuk tidak menyetujui permintaan calon pengantin melaksanakan pernikahan di luar kantor dan juga di luar jam kerja. “Dengan kata lain, akad nikah dan pencatatan pernikahan dilaksanakan di balai nikah atau KUA pada hari dan jam kerja. Ini sudah menjadi kesepakatan kita bersama,” terang Ketua Kelompok Kerja Penghulu (Pokjahulu) Kabupaten Kuningan Drs Toto Sartono MPdI, kemarin (8/12). Rencannya, kesepakatan itu akan berlaku mulai 1 Januari 2014. (ded)    

Tags :
Kategori :

Terkait