RADARCIREBON.COM - Penobatan Prabu Siliwangi atau Jayadewata sebagai Raja Kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran, 3, Juni 1482 sempat diwarnai kejadian gempa bumi.
Kejadian gempa bumi saat penobatan Prabu Siliwangi sebagai Raja Kerajaan Sunda dengan ibu kota di Pakuan Pajajaran, tercatat pada Waosan Babad Galuh, Pupuh XLIII.23-XLIV.04.
Waosan Babad Galuh mengulas gempa bumi sebagai pertanda. Getaran yang mengguncang Pulau Jawa khususnya di wilayah Kerajaan Sunda dimaknai sebagai sambutan dari Sanghyang Kersa/Karsa (Tuhan Maha Mengizinkan/Pencipta).
"Sang raja mraga sukma akadang sukma, pada Dewata memayungi. Sudah sangat termahsyur dan tidak ada yang menandingi Raja Pajajaran," demikian dituliskan terkait penobatan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji.
BACA JUGA:Timnas U-20 Sudah Pulang ke Indonesia, Lalu Apa yang Mereka Lakukan Selanjutnya...?
BACA JUGA:Percepat Pemulihan DAS, Jawa Barat Bentuk Satgas Cimanuk
Dalam kosmologi Sunda, gempa memang tidak hanya dijadikan pertanda buruk. Tetapi juga simbol alam dan memberi tanda datangnya kebaikan.
Pemaknaan terhadap gempa pada penobatan Prabu Siliwangi, barangkali adalah bagian dari pertanda baik yang diberikan Sang Hyang Kersa atas dinobatkannya Raja Sunda, Prabu Siliwangi.
Barangkali, pertanda itu benar adanya. Selama memimpin sejak 1482 sampai dengan 1521, Prabu Siliwangi membawa Kerajaan Sunda mencapai puncak kejayaan. Bahkan ditakuti oleh penguasa teritorial lain.
Sri Baduga Maharaja juga membangun sebuah sistem pertahanan yang mengelilingi Ibu Kota Pakuan Pajajaran. Hingga parit-parit untuk memperkuat benteng dan membuat musuh kesulitan menembus sistem pertahanan Pajajaran.
BACA JUGA:Salurkan Bansos Kenaikan BBM, Bupati Cirebon: Semoga Bisa Ringankan Beban
BACA JUGA:Pemerintah China Terapkan Kebijakan Lockdown Lagi, Ratusan Warga Protes
Kembali ke kejadian gempa saat penobatan Prabu Siliwangi, hal itu menjadikan indikasi bahwa leluhur urang Sunda sudah akrab dengan kejadian tersebut.
Meski tidak ada catatan terkait kegempaan di masa lalu, tetapi adanya peristiwa gempa sebagai pertanda alam menjadi bukti bahwa masyarakat di masa lalu sudah akrab dengan fenomena tersebut.
Juga menjadikan petunjuk alam dalam membangun rumah dan lainnya. Seperti bila melihat bentuk rumah tradisional Sunda di masa lalu yakni Badak Heuay, Jalopong, Parahu Kumureb dan lainnya.
Kondisi alam juga mejadi petunjuk bagi leluhur dalam pembangunan hunian, dengan menggunakan bahan-bahan lokal dari batu, bambu, kayu, bahan atap yang didominasi oleh dedaunan, serta daun-daun palem.
BACA JUGA:Elon Musk Kabarkan Sejumlah Inovasi Twitter Pasca Akuisisi
BACA JUGA:Gubernur Ridwan Kamil Hibur Anak-anak Terdampak Gempa Cianjur
Rumah-rumah tradisional Sunda juga sebagian besar kerap mengambil bentuk dasar dari struktur atap pelana atau disebut juga dengan atap gaya kampung yang terbuat dari bahan-bahan dedaunan.
Terutama iijuk; serat aren hitam hateup dedaunan atau dedaunan palem yang menutupi balok, dinding anyaman bambu, kerangka kayu dan struktur yang dibangun di atas panggung pendek.
Pertanda Gempa saat Penobatan Prabu Siliwangi
Kitab Roga Sangara Bumi juga berisi tentang bencana alam gempa beserta baik buruknya berdasarkan sasih (bulan) terjadinya gempa tersebut.
Bila sasih kepitu (Januari) datangnya gempa secara terus-menerus, menandakan akan terjadi perang tidak henti-hentinya. Berbagai penyakit akan menimpa masyarakat.
BACA JUGA:Minum Air Putih Tidak Harus 8 Gelas Perhari, Begini Hasil Penelitiannya..
BACA JUGA:Merasa Dirugikan, Nasabah Laporkan Perusahaan Lising ke Polda Jabar dan OJK
Sasih kaulu (Februari), dan sasih katiga (September) datangnya gempa secara terus-menerus, ramalannya akan terjadi wabah penyakit sampai banyak orang meninggal.
Dina sasih kesanga (Maret) datangnya gempa secara terus-menerus, ramalannya negara tidak akan menentu. Para pembantu meninggalkan tuannya.
Pertanda gempa di sasih kadasa (April), ramalannya negara akan menjadi baik. Ini berarti sebagai pengundang Bhatara berbelas kasih kepada manusia.
Bila sasih jyesta (Mei) dan sasih sada (Juni), ramalannya akan terjadi banyak orang sakit tidak tertolongkan.
BACA JUGA:Pencabutan Label Pemberi Bantuan Tenda, Ridwan Kamil: Kita Bersaudara dalam Kemanusiaan
BACA JUGA:Piers Morgan, Presenter yang Buat Cristiano Ronaldo dan Manchester United Putus
Bila sasih kapat (Oktober), sasih kalima (November) ramalannya sebagai pengundang dewata. Para dewa senang tinggal di bumi. Bumi akan mendapat kerahayuan. Segala yang ditanam akan hidup subur dan berhasil (saphala sarwa tinandur). Raja atau pemimpin bijak dan berbudu rahayu.
Bila sasih kanem (Desember), ramalannya banyak orang akan jatuh sakit tidak tertolongkan. Untuk menetralisir patut segera dibuatkan upacara persembahan caru selamatan.
Demikian pertanda gempa pada masa lalu juga kisah terjadinya gempa bumi saat penobatan Prabu Siliwangi.