“Total semuanya ada 5.000 liter,” ungkap Lukman Syarif kepada awak media dalam konferensi pers di Mapolres Indramayu, Selasa (6/12/2022).
Ditambahkan Kapolres, selain 5.000 liter solar bersubsidi, polisi juga menemukan satu unit kendaraan pick up, yang sudah dimodifikasi.
Kendaraan itu bisa menampung sebanyak 1.000 liter BBM jenis solar, berikut pompa penyedot serta selang.
“Kalau dilihat dari luar, kendaraan itu seperti mobil pick up biasa. Tapi sebenarnya kendaraan itu sudah dimodifikasi untuk menampung solar,” kata Lukman.
Lebih lanjut, dikatakan Kapolres, selain menangkap tiga tersangka yang sudah diamanakan, pihaknya masih melakukan pengejaran terhadap tiga tersangka lainnya.
Adapun ketiga tersangka yang kini masih buron adalah ABD (40) warga Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu, TP (45) warga Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu dan CN (40) warga Jakarta.
Lukman mengatakan, dalam kasus tersebut, tersangka SG alias SMN selaku penyandang dana, melakukan kegiatan penyimpanan, pengangkutan dan atau niaga BBM jenis solar subsidi pemerintah tanpa dilengkapi izin yang sah.
Tersangka SG menyerahkan sejumlah uang kepada tersangka ABD (DPO), untuk kemudian dibelikan BBM jenis solar pada tersangka TP (DPO), dengan nilai pembelian seharga Rp 8.600 per liter.
Menurut Lukman, solar bersubsidi itu didapatkan dari SPBU sekitar Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Solar itu dibeli dari SPBU dengan menggunakan jeriken kemudian dikumpulkan ke dalam kempuh.
Tersangka SG kemudian menjual solar bersubsidi itu kepada pihak pembeli, yaitu PT MME di Jakarta, dengan harga Rp9.600 sampai Rp11.000 per liter.
“Dari hasil penjualan itu, keuntungan yang didapat oleh tersangka sebanyak Rp1.000 sampai Rp2.400 per liter,” kata Lukman.
Lukman menyebutkan, dalam kasus tersebut, tersangka dijerat Pasal 40 angka 9 Jo Pasal 55 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Adapun ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling lama enam tahun, dan pidana denda paling tinggi Rp60 miliar.