Penulisannya yang Benar Lato-lato atau Latto-latto
Lato-lato adalah mainan tradiosonal yang terdiri dari dua buah bola plastik yang diikat dengan tali. Ada yang memandang permainan ini positif untuk anak-anak namun tidak sedikit yang menolaknya.
Nah, sebetulnya mana yang benar cara penulisannya Lato-lato atau Latto-latto. Dilansir dari Wikipedia, Latto-latto merupakan bahasa Makassar yang berasal dari kata Latto dengan makna harfiah suara letuk, ketukan atau retak.
Sementara itu, dalam bahasa Bugis, penyebutannya lebih dikenal ldengan istilah ketto-ketto.
BACA JUGA:Jelang Berakhirnya Masa Jabatan Bupati Cirebon, Pengamat: Harus Dievaluasi, DPRD Jangan Diam
Nah, di Indonesia sendiri, penamaan permainan Lato-lato itu diambil dari bunyi yang dihasilkan dari permainan tersebut.
Adapun penamaan lato-lato, pada awalnya hanya dikenali oleh orang-orang yang lazim menggunakan bahasa Makassar.
Sementara itu, di daerah lain memiliki istilah penamaan yang berbeda-beda. Antara lain tek-tek, etek-etek, toki-toki dan sebagainya.
Nah, untuk penulisannya yang benar, Lato-lato atau Latto-latto, dapat ditemukan penjelasannya berdasarkan kaedah bahasa Indonesia yang ditulis di laman Narabahasa.
Kendati tidak ada larangan cara menusli baik menggunakan istilah Lato-lato maupaun Latto-latto namun, Narabahasa cenderung menggunakan lato-lato.
"Menurut EYD V, konsonan ganda diserap jadi konsonan tunggal, misalnya pizza jadi piza dan terracotta jadi terakota. Nah, oleh karena itu, latto-latto bakal jadi lato-lato." demikian dilansir dari JPNN.
Lato-lato Berasal dari Mana?
Melansir JPNN.com, sejarah ditemukannya Lato-lato memiliki banyak versi. Ada yang mengatakan bahwa Lato-lato terinsipirasi dari budaya ekimo yo-yo yaitu mainan tradisional asli penduduk Alaska.
Namun ada juga versi lain yang mengaitkan Lato-lato dengan senjata berburu di wilayah Amerika Selatan.
Di Amerika Serikat, Lato-lato semakin popular pada era 1960 hingga 1970-an. Namun pada awal kemunculannya itu, sudah banyak yang menentang Lato-lato.
Penolakan terhadap Lato-lato ini muncul dari kalangan orangtua yang khawatir anak-anak mereka terluka ketika memainkannya.