JAKARTA, RADARCIREBON.COM - Pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan di tahun 2024 mendatang terancam defisit.
Hal ini terjadi apabila manajemen pendapatan dan pengeluaran tidak dikelola secara optimal.
Dari perspektif kecukupan iuran, biaya manfaat untuk membayar fasilitas kesehatan rata-rata, lebih tinggi dari iuran yang diterima.
BACA JUGA:Masih Dalam Rangkaian Perayaan Imlek, Kota Cirebon Bakal Gelar Festival Pecinan, Cek Jadwalnya
Hal tersebut disampaikan Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mahlil Ruby saat menjadi pembicara dalam acara Outlook 2023, Diskusi Publik 10 Tahun Program JKN di Jakarta, Senin 30 Januari 2023.
Sementara pada 2022, penyesuaian tarif semakin menurun, dan diprediksi pada 2024 akan terjadi persilangan kembali antara pengeluaran per peserta dan premi per peserta.
"Kalau terjadi persilangan, BPJS Kesehatan menuju defisit pada iuran tahun berjalan," katanya.
BACA JUGA:CPNS Dibuka Juni-Juli 2023, KemenPAN-RB: Masih Dalam Pengusulan
Ia mengatakan, Universal Health Coverage (UHC) bukan hanya terkait cakupan peserta, ada elemen lain seperti pelayanan bermutu, dan kemampuan pembiayaan untuk keberlanjutan program.
Hal yang terpenting untuk pelayanan UHC adalah keberlanjutan program, sebagai keseimbangan antara revenue atau pendapatan yang diperoleh penyelenggara dengan expenditure atau beban pengeluaran.
Mahlil mengatakan, BPJS Kesehatan pernah mengalami defisit pada kurun 2020 dan beberapa tahun sebelumnya, karena revenue dan exependiture tidak terkelola optimal.
BACA JUGA:Dua Bocah SD Negeri Gunung Sindur Bogor Diculik Ternyata Hoax
"Revenue ditentukan oleh peserta, dari peserta ditentukan iuran yang diperoleh, dari iuran yang ada kira-kira berapa yang bisa diinvestasi dan berapa yang dibayarkan," katanya.
Ia mengatakan, selama ini BPJS hanya mengandalkan revenue dari iuran peserta dan hasil investasi iuran.
Sementara aturan mengatakan bisa dikembangkan dari sumber lain.