Berupaya Meminta Sertifikat Tanah, Yayasan Buddha Metta Bertemu Kemenkumham

Jumat 09-06-2023,04:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Moh Junaedi

Sekretaris Yayasan Budha Metta, Richard D Pekasa mengatakan, bahwa pihak Yayasan Budha Metta meminta lima sertifikat vihara di Kota Cirebon.

BACA JUGA:Penjualan Tiket Indonesia vs Argentina jadi Sorotan Media Luar

"Sertifikat kelima vihara yang ada di Kita Cirebon diambil paksa oleh pemerintah melalui oknum pejabat pada masa orde baru saat itu pada tahun 1997," katanya, Sabtu lalu, 3 Juni 2023.

Menurut Richard, pemerintah seharusnya sudah mengembalikan sertifikat kelima kelenteng tersebut. Terlebih lagi, kelima kelenteng tersebut merupakan bangunan bersejarah.

BACA JUGA:GAWAT, Ditemukan Bunker Narkoba di Kampus Ternama, Perwira Polisi Ini Turun Tangan

"Padahal sebenarnya lima vihara ini sudah berdiri lama, Vihara Dewi Welas Asih berdiri pada tahun1595, Klenteng Talang berdiri pada 1450. Sudah berdiri ratusan tahun, jauh sebelum Indonesia merdeka," jelasnya.

Menurut Richard, hingga saat ini pemerintah belum mengembalikan sertifikat tersebut. Setiap ditanya, jawabannya pun selalu sama: masing dalam proses.

BACA JUGA:Ayah Connie Rahakundini Ternyata Bukan Orang Sembarangan, Pantas Panji Gumilang Kepincut

"Kita sudah ke BPN, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, ke anggota DPR RI, Wantimpres, hingga ke Sultan Kanoman. Namun semua upaya kami belum membuahkan hasil," terangnya.

Sementara itu, Romo Sungkono, sesepuh vihara Dewi Welas Asih, adalah saksi kasus perampasan sertifikat oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1997.

Menurut dia, aparat pemerintah mengambil paksa sertifikat dari Yayasan Budha Metta. Pengambilan atau perampasan sertifikat oleh pemerintah itu dilakukan atas tuduhan yang tidak berdasar.

BACA JUGA:Sebelum ke Indonesia Messi Membuat Keputusan Penting, Alasannya Bisa Bikin Fans Barca Patah Hati

"Waktu itu pemerintah menganggap kegiatan yang berada di Vihara sebagai kegiatan yang dilarang oleh," katanya.

Menurut Romo Sungkono, pihak Yayasan pada waktu itu membantah dengan keras tuduhan pemerintah.

"Pengambilan sertifikat pada waktu itu kami hanya diberi dua pilihan, bahkan kami diancam dengan senjata api," sebutnya. (rdh)

Kategori :