Megaproyek, Lahan Pertanian Menyusut

Jumat 17-01-2014,15:10 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

MAJALENGKA–Munculnya rencana sejumlah megaproyek di Kota Angin ini, sudah pasti bakal mengurangi volume lahan pertanian yang tadinya produktif, beralih fungsi karena terdampak proyek-proyek besar tersebut. Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka Ir H Wawan Suwandi MP menyebutkan, dari data yang ada pada pihaknya, per akhir tahun 2012 lalu, total lahan pertanian yang tercatat berada di kisaran 51.900-an hektar, namun per akhir tahun 2013 lahan pertanian tersebut menyusut hingga kisaran 50.400-an hektar. “Memang ada penyusutan akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri, proyek jalan tol, BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat), dan perluasan pemukiman penduduk. Tapi tidak banyak hanya seribuan hektar. Akhir tahun 2012 total lahan pertanian ada 51.900-an hektar, sekarang tinggal 50.400 hektar,” terang Wawan, kemarin (16/1). Dia merinci jika lahan petanian yang beralih fungsi tersebut, di antaranya terdiri dari yang terdampak proyek jalan tol Cikampek-Palimanan (Cikapa) maupun Cileunyi Sumedang Dawuan (Cisumdawu) seluas 483 hektar, serta yang terdampak BIJB Kertajati ada seluas 900-an hektar. “Kalau untuk BIJB sebetulnya yang bakal terdampak ada sekitar 5 ribuan hektar, tapi sekarang baru 900-an hektar lahan pertanian. Itupun sebagianya lagi masih bisa digarap karena belum seluruhnya dibebaskan. Kalau yang untuk proyek jalan tol sudah tidak bisa digarap lagi karena sekarang kan lagi proses pengerjaan,” ujarnya. Menurutnya, alih fungsi lahan pertanian ini sebagian besar berada di kawasan utara, yang sebagian besarnya juga merupakan lahan produktif penghasil tanaman pangan pokok, yakni tanaman padi. Dikatakan, alih fungsi lahan pertanian ini bisa saja mengancam keberlangsungan produksi pangan di Majalengka, jika tidak disiasati dengan upaya lebih lanjut. Oleh karenanya, selama ini pihaknya terus berupaya memberikan pemahaman kepada para petani yang lahanya masih produksi agar bisa menyiasati sistem tanam agar hasil produksi lahan pertanianya bisa panen secara optimal. Salah satunya, dengan meningkatkan indeks tanam, dari lahan pertanian yang semula hanya bisa melakukan penanaman dua kali, bisa ditingkatkan menjadi tiga kali. Meski terkadang memaksakan masa tanam hingga tiga kali ini berpotensi gagal panen, namun Wawan menyebutkan jika rasio gagalnya sangat kecil yakni hanya 10 persen dan justru 90 persennya lebih banyak yang berhasil. Bahkan, kata dia, dari data produksi padi di Majalengka secara keseluruhan yang terdata di pihaknya, dalam tahun 2013 lalu seluruh lahan pertanian di Majalengka, bisa menghasilkan produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 707.000 ton. Jumlah tersebut, kata dia, ternyata masih surplus lebih banyak dari kebutuhan konsumsi beras di Majalengka yang hanya berkisar 377.000 ton sepanjang tahun 2013. “Kalau melihat produksi padi di kita dengan menyusutnya lahan pertanian masih surplus banyak walaupun sudah dipakai untuk konsumsi masyarakat Majalengka. Sekitar 45 persen dari total hasil pertanian padi di Majalengka, diekspor ke kabupaten/Kota lain. Kita banyak memasukkan beras ke Pasar Induk Kramatjati, Pasar Induk Caringin Bandung, ke Pasar Jagasatru Cirebon, dan kabupaten/kota tetangga,” imbuhnya. (azs)

Tags :
Kategori :

Terkait