Banyak Tingkah! Pembakar Al Qur'an di Swedia Ternyata Eks Pengungsi Asal Irak yang Atheis

Minggu 02-07-2023,06:00 WIB
Reporter : Moh Junaedi
Editor : Moh Junaedi

STOCKHOLM, RADARCIREBON.COM - Dunia sedang dihebohkan oleh aksi seorang imigran asal Irak bernama Salwan Momika.

Dia secara terang-terangan membakar Kitab Suci Al-Quran di depan Masjid Raya Södermalm di Stockholm, Swedia.

Apalagi, aksi intoleran ini dilakukan pada saat umat Islam di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha pada tahun 2023.

BACA JUGA:Peringati Hari Bhayangkara ke-77, Bupati Imron Sampaikan Pesan Ini

Melansir dari laman freepressjournal.in, pembakar kita suci Al Qur'an ini punya nama lengkap Salwan Sabah Matti Momika atau Salwan Momika.

Pria ini dulunya seorang pengungsi dari Iraq sebelum menjadi terkenal di dunia karena membakar kitab suci Al-Quran di depan masjid di Stockholm, Swedia.

Pria berusia 37 tahun itu melarikan diri dari Iraq beberapa tahun lalu dan tinggal di kota Järna di distrik Södertälje, provinsi Stockholm.  

BACA JUGA:Jika Terbukti Ada Pelanggaran di Al Zaytun, MUI Rekomendasikan Ditutup

Ia mengatakan dia datang ke Swedia dari Iraq lima tahun lalu, memiliki kewarganegaraan Swedia, dan mengaku ateis.

Salwan Momika juga seorang anti-Islam (islamofobik) yang sangat disukai. Dia juga dikenal sebagai Paludan, seorang aktivis dan politikus ekstrim yang mendirikan partai Stram Kurs.

Sebelum ini, ia telah membakar Al-Quran dalam video di media sosial. 

Dalam sebuah video yang diakhiri dengan ciuman, dia mengatakan, "Demonstrasi saya akan berlangsung pada hari pertama Idul Adha."

BACA JUGA:Reaksi Connie Rahakundini saat Tahu Namanya Dipakai untuk Kapal Nabi Nuh oleh Panji Gumilang: Guwe Baca Quran

"Demonstrasi saya akan dilakukan di depan masjid besar di Stockholm, di mana saya akan membakar Al-Quran... Orang yang saya cintai, yang tinggal di Stockholm, dan ingin berpartisipasi dalam demonstrasi, dan berkontribusi baik secara finansial maupun emosional, informasi saya ada di bawah."

Ia beralasan, sikap intoleranya ini dilakukan dengan dalih “kebebasan berbicara”. “Ini adalah demokrasi. Ini berbahaya jika mereka memberitahu kita bahwa kita tidak bisa melakukan ini,” ujarnya.

Kategori :