SYAHDAN, Resident Poortman dengan bantuan polisi menggeledah klenteng Talang, tercatat tahun 1569-1585, Tam Sam Cai dengan nama Muhammad Syafi\'i bergelar Tumenggung Aria Dwipa Wiracula, menjadi Menteri Keuangan di Kasultanan Cirebon. Tam Sam Cai sering mengunjungi Klenteng Talang. Kini, Klenteng itu, tepatnya di Jalan Talang No. 2 Kampung Keprabon RT.03 RW. 02 Kelurahan Lemahwungkuk, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Sebelah utara berbatasan dengan rumah duka dan toko, sebelah timur di seberangnya berdiri kokoh bangunan Gedung BAT Cirebon, sebelah selatan berbatasan dengan Pabrik Bohlam PT NIRI dan Pabrik Karet, serta sebelah barat adalah pemukiman padat. Akulturasi bangsa China dengan penduduk di nusantara sudah terjalin sejak lama, setidaknya berawal dari hubungan niaga pada abad ke-13. Jumlah kedatangan makin meningkat setelah ekspedisi armada Chengho pada abad ke-15. Selanjutnya, banyak orang China yang kemudian menetap di wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Di Jawa Barat, sebagian besar orang China bertempat tinggal di pelabuhan terkemuka pada masa itu, seperti Jayakarta, Banten, dan Cirebon. Di Cirebon, jejak pendaratan pertama ditandai dengan Kelenteng Talang, kelenteng tertua di Kota Cirebon. Tan Sam Cay, seorang Muslim Tionghoa yang diberi gelar Tumenggung Aria Dipa Wiracula oleh Sultan Cirebon mendirikan kelenteng tersebut pada tahun 1450. Klenteng ini bagi masyarakat Cirebon lebih dikenal dengan nama Klenteng Talang. Kata “Talang”, menurut bahasa China berasal dari kata toa lang yang berarti “orang besar” atau “tuan besar”. Istilah ini ditujukan kepada tiga orang laksamana besar utusan Kaisar Ming yang mendarat di Cirebon pada abad ke-14, yaitu Cheng Ho (Cheng He), Fa Wan (Fa Xien), dan Khung Wu Fung, yang semuanya beragama Islam. Menurut Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia Kota Cirebon, Teddy Setiawan, kelenteng ini awalnya merupakan tempat persinggahan atau kantor perwakilan perdagangan Cina pada masa Cheng Ho. Tak sedikit orang menganggap, dulunya, Kelentang Talang ini bangunan masjid. Kelenteng ini satu-satunya yang berbeda dengan kelenteng lain di Cirebon. Tak ada ornamen naga di atas atap dan menghadap ke laut, tapi orang bisa melihat gong keemasan atau genta di ruang utama. Pengunjung pun bisa membaca berbagai kata-kata bijak yang tertera di luar dan di dalam kelenteng itu.\"Bukan masjid, tapi dulu anak buah Cheng Ho yang beragama Islam memang beribadah di sini,\" ujar Teddy ketika ditemui Radarcirebon.com di Kelenteng Talang, Jalan Talang, Kota Cirebon, Selasa (21/1). Pria yang bernama lain Ciu Kong Giok mengatakan lantaran Kelenteng Talang merupakan satu-satunya bangunan yang ada kala itu. Kedekatan Konghucu dan Islam juga diperkuat oleh bendahara Keraton Cirebon saat itu, Tan Sam Cay Kong, yang sering berdoa di tempat itu. Nama menteri keuangan itu pun masih tertera di sebuah altar di rumah ibadah itu. Di atas altar itu tertera tulisan \"Mengurus Keuangan dengan Jujur\". Altar itu di sisi altar Nabi Konghucu (pendiri ajaran Konghucu) yang dilengkapi tulisan \"Kebajikannya Manunggal dengan Langit dan Bumi\". Selain itu, pun ada papan yang menjelaskan garis keluarga Wali Songo yang masih memiliki darah Tionghoa. Ikatan antara agama Konghucu dan Islam masih tetap hingga sekarang. Jika datang di siang hari, setidaknya pengunjung bisa menikmati lukisan indah pada pagar dinding di sisi kiri. Lukisan pertama bercerita tentang Nabi Konghucu yang sedang mengajar para pengikutnya. Lukisan kedua adalah cerita keperkasaan Jenderal Kwan Tee Kun yang patungnya juga ada di dalam Klenteng Talang. (wb)
Kisah ‘Toa Lang’ di Klenteng Talang
Rabu 22-01-2014,08:46 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :