Pemilu Nasional Hemat Anggaran

Senin 27-01-2014,11:35 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Pemilu nasional atau pemilu serentak dinilai bakal mengubah konstelasi politik yang terjadi. Jika partai selama ini mengukur elektabilitasnya hanya berdasarkan hasil perolehan kursi di DPR, nantinya figur capres akan menentukan seberapa besar perolehan suara parpol secara nasional. Hal tersebut disampaikan oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla di Masjid Istiqlal, Jakarta, kemarin (26/1). Menurut Ketua Dewan Masjid Indonesia itu, pilihan legislatif nantinya akan berpengaruh kepada sosok capres yang ditawarkan masing-masing parpol. \"Kalau selama ini pemilu ditentukan teman-teman DPR, nanti justru yang akan mendorong (pilihan) legislatif itu pilihan presiden,\" ujar JK kepada wartawan. JK menilai, apapun hasilnya, keputusan MK terkait pemilu nasional itu harus dijalankan semua pihak. Dirinya tidak mau mengomentari terkait posisi pemilu nasional itu dengan peluang dirinya nanti untuk maju sebagai capres. \"Nanti, nanti,\" tandasnya. Di UU Pilpres sebelumnya, pengajuan pasangan capres-cawapres ditentukan berdasar perolehan kursi atau suara partai politik. Yaitu, diatur lewat ketentuan presidential threshold atau ambang batas mengusung pasangan capres-cawapres. Meski dalam putusannya, MK tidak secara eksplisit membatalkan ketentuan presidential threshold tersebut, namun Ketua DPR Marzuki Alie menilai kalau hal tersebut sudah tentu akan berjalan otomatis. Ke depan, tidak perlu lagi ada lagi aturan presidential threshold. \"Saya kira ini logika saja, bagaimana caranya menerapkan presidential treshhold dengan pemilu legislatif dan pemilu presiden yang serentak? Diputar-putar gimana pun tentunya tidak mungkin menerapkan threshold dalam pemilu serentak,\" kata Marzuki. Dia menambahkan, bahwa nanti tidak perlu ada pula upaya untuk memaksakan penggunaan presidential treshhold tersebut lagi. \"Dengan demikian semua semua peserta pemilu yang lolos verifikasi bisa ikut serta mencalonkan presidennya sekaligus,\" imbuh wakil ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut. Dari sisi penyelenggara pemilu keberadaan pemilu nasional juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Komisioner Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman menyatakan, pemilu nasional akan sangat menghemat anggaran negara, terutama yang selama ini tersedot dua kali untuk kebutuhan pileg dan pilpres. \"Honor penyelenggara adhoc, jika untuk pilpres dan pileg harus dibayar dua kali, nantinya bisa dibayar cukup satu kali,\" ujar Arief saat dihubungi. Menurut Arief, honor penyelenggara pemilu menyedot anggaran terbesar. Untuk anggaran pileg dan pilpres, KPU telah mempersiapkan anggaran Rp8,3 triliun, dari total Rp14,4 triliun anggaran KPU. Honor penyelenggara adhoc yang dimaksud adalah Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). Selain itu, biaya untuk pembuatan Tempat Pemungutan Suara (TPS) bisa dihemat. Arief menjelaskan, sama seperti honor penyelenggara pemilu adhoc, KPU tidak perlu dua kali kerja untuk pembuatan TPS. Biaya sosialisasi pemilu juga bisa digabung dalam satu anggaran. \"Yang dihemat disini bukan hanya TPSnya, tapi juga alat kelengkapannya,\" jelasnya. Namun, ada beberapa hal yang perlu disesuaikan. Arief menjelaskan, aturan maksimal jumlah TPS di pileg dan pilpres selama ini berbeda. Jika di pileg, satu TPS maksimal hanya mencakup 500 pemilih, di pilpres mencapai 800 pemilih. \"Aturan itu harus dilakukan revisi. Dua Undang Undang harus jadi satu. Karena jumlah pemilih per TPS itu penting,\" jelasnya. Namun, kelemahan dari pemilu nasional adalah kinerja penyelenggara pemilu yang bertambah. Arief menjelaskan, pemilu nasional akan berkonsekuensi kerja untuk tahapan pileg dan pilpres bertumpuk jadi satu. Harus ada opsi-opsi untuk bisa memperingan kinerja KPU. \"Apakah personilnya ditambah, atau tahapannya diperpanjang. Atau malah dua-duanya sekalian,\" ujarnya. Arief menambahkan, momen pemilu nasional sejatinya bisa untuk melakukan perubahan terkait agenda lima tahunan pemilu. Dia mengusulkan, agenda pemilu dibagi dalam tiga tahap yang serentak, yakni ajang seleksi penyelenggara pemilu, ajang pemilu nasional, dan ditutup dengan ajang pemilihan kepala daerah serentak. \"Di tahun pertama dilakukan seleksi penyelenggara pemilu, tahun ketiga adalah pemilu nasional. Nah, di tahun keempat atau kelima dilakukan pilkada serentak,\" ujarnya mengusulkan. (bay/dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait