RADARCIREBON.COM – Suhu panas sepanjang tahun ini ternyata ada penyebabnya, bahkan diprediksi 2023 bakal jadi tahun terpanas dalam sejarang manusia.
Berdasarakan laporan pemantau iklim Uni Eropa Rabu 6 September 2023, suhu global di belahan bumi bagian utara telah mencapai titik tertinggi.
Yakni, tertinggi sejak suhu udaha mulai dicatat resmi oleh manusia.
Hal ini menyebabkan sejumlah bencana kemanusian di seluruh bagian dunia. Terjadi gelombang panas hingga kekeringan dan kebakaran hutan.
Bencana alam tersbebut tidak hanya terjadi di Asia, tapi juga melanda Afrika, Eropa, hingga Amerika Utara.
Setidaknya, bencana alam akibat gelombang panas berupa kekeringan dan kebakaran sudah terjadi dalam kurun tiga bulan terakhir.
Lebih luas lagi, dampak terhadap kemanusiaan menyebabkan terganggunya kondisi ekonomi, ekosistem, dan kesehatan manusia secara global.
BACA JUGA:Kampung Halaman Rachmat Irianto di Kuningan Belum Punya Lapangan Bola, Begini Kata Kuwu Pakembangan
Berdasarakan catatan badan pemantau iklim tersebut, rata-rata suhu bumi pada Juni hingga Agustus 2023 mencapai 16,77 derajat Celsius.
Angka tersebut adalah rekor tertinggi. Rekor sebelumnya mencapai 16,48 derajat Celsius.
"Tiga bulan yang baru kita alami ini adalah yang paling hangat dalam kurun waktu sekitar 120 ribu tahun. Artinya, ini suhu terpanas dalam sejarah manusia," demikian dikatakan oleh Samantha Burgess, wakil direktur badan pemantau iklim Copernicus, dilansir dari Agence France-Presse.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memberikan komentar yang lebih tajam. "Kehancuran iklim telah dimulai," katanya.
"Dan kehancuran itu jauh lebih cepat daripada upaya penanganan yang kita lakukan," imbuh Antonio.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga memperingatkan bahwa gelombang panas akan membuat dunia kian beracun karena polusi. Sehingga, bisa memperpendek umur manusia dan merusak bentuk kehidupan lainnya.
"Gelombang panas membuat kualitas udara buruk. Efek berantainya bisa mengganggu kesehatan manusia, ekosistem, pertanian, dan bahkan kehidupan sehari-hari kita," kata Kepala WMO Petteri Taalas.