Rp800 Juta Terlalu Mahalkah?

Rabu 05-01-2011,07:29 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Pembangunan pagar Gedung Wanita terus bergulir menjadi kontroversi. Sayangnya, tidak banyak yang mau buka mulut meski suara-suara yang enggan diungkap ke media santer terdengar nyaris setiap hari. Benarkah pembangunan pagar Gedung Wanita terlalu mahal lantaran menghabiskan ongkos sampai Rp800 juta?CUMA Rp400 juta juga kelar. Coba kalau saya yang ngerjain,” kata seorang kontraktor yang wanti-wanti minta dirahasiakan namanya. Lantas, kontraktor ini membeber rencana anggaran biaya pembangunan untuk pagar seluas itu, dan hasilnya memang tidak sampai melebihi angka Rp400 juta. Tak berhenti sampai disitu, suara sumbang dari kontraktor lain yang juga enggan dikorankan menyatakan hal serupa. “Ya, kalau mark up jangan gede-gede, itu keterlaluan namanya. Masak bangun pagar aja sampai Rp800 juta,” kata kontraktor lainnya. Tapi, ada juga yang sebelumnya bicara lantang, namun lantas buru-buru mengirim pesan singkat agar komentarnya tidak dikorankan. “Maaf, jangan ada komentar saya. Thanks,“ tulisnya dalam pesan singkat setelah kurang lebih 7 menit berbincang via telepon selular. Suara sumbang mengenai pembangunan pagar gedung di bilangan Jl Pemuda tidak berhenti sampai disitu, Praktisi Jasa Konstruksi, Edi Mulyana ST MT, justru melihat adanya kesembronoan pemerintah untuk melakukan perencanaan. Bahkan, pembangunan pagar dan taman di Gedung Wanita malah akan menghadirkan masalah baru. “Saya yakin nggak mungkin pemerintah berani mark up. Soalnya, harga dalam rencana biaya itu menggunakan standar nasional dan kalau lihat RB-nya (rencana biaya), saya melihatnya masih wajar-wajar saja,“ ujar dia, saat ditemui di kantornya di bilangan Jl Evakuasi. Dibanding bicara soal mark up pembangunan pagar, Edi lebih suka bicara soal perencanaan pemerintah yang boleh disebut tidak memiliki skala prioritas yang jelas. Dari tahapan pembangunan Gedung Wanita terlihat jelas pemerintah tidak memiliki goodwill, sehingga prioritas pembangunan yang didahulukan menjadi tidak jelas. Justru persoalan tersebut bakal mejadi masalah baru. Dilihat dari item pekerjaan yang dilakukan kontraktor di Gedung Wanita ternyata tidak hanya pembangunan pagar tetapi termasuk pembangunan taman, jalan, jembatan, dan dua unit pos satpam. “Di mana-mana orang membangun itu bukan pagar dulu, tapi bangunan utama dulu,“ ucap dia. Masalah baru yang dimaksud Edi adalah terjadinya pencurian. Pagar yang saat ini sudah selesai dibuat dikhawatirkan bakal jadi sasaran pencurian, belum lagi pembangunan taman yang tentu akan membutuhkan biaya pemeliharaan termasuk jalan dan jembatan untuk akses ke Gedung Wanita. Kalau sudah seperti ini, kata Edi, yang dipertanyakan adalah keseriusan pemerintah, sebab pembangunan Gedung Wanita tentu tidak bisa asal-asalan. Edi menilai, sebab namanya saja Gedung Wanita yang tentu harus cantik dan menawan. Dalam proses pembangunannya, visi dan misi pemerintah juga belum terlihat. Akan dimanfaatkan untuk apa gedung tersebut nantinya? Siapa konsumennya? Siapa pengelolanya? Untuk sebuah gedung pertemuan, banyak faktor yang harus dilengkapi sehingga pembangunan gedung tersebut tidak bisa menggunakan perspektif pemerintah. “Kalau mau dibangun seperti Gedung Wanita yang dulu buat apa bangun mahal-mahal? Harus bagus dong, harus representatif,“ tegasnya. Setidaknya, ke depan gedung itu memiliki instalasi sound system yang baik, sarana akustik, sirkulasi udara dan tata lampu yang representatif. Sehingga Gedung Wanita benar-benar bersolek pasca perbaikan yang dilakukan. “Membangun gedung itu harus jelas misi-nya. Buat sosial atau buat komersil? Siapa pengelolanya? Gimana marketingnya? Dari mana pemeliharaannya?“ tanya dia berturut-turut. Disebut terlalu mahal, Pelaksana Lapangan CV Karya Beringin, Abdul Rojak menyatakan keberatan. Menurutnya opini masyarakat selama ini sudah salah persepsi, sebab semuanya hanya melihat dana Rp800 juta yang hanya digunakan untuk membangun pagar. Padahal dana Rp800 juta tersebut dialokasikan untuk item pekerjaan yang cukup banyak. “Banyak yang salah persepsi. Rp800 juta itu bukan untuk pagar aja, tapi banyak item pekerjan lain,“ ucap dia. Dibeberkannya, proyek pemagaran Gedung Wanita tersebut menelan dana sampai Rp796.820.000,-. Dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan pagar sebelah utara dan timur senilai Rp246.703.186, pagar sebelah barat dan selatan Rp230.655.440, gapura dan papan nama Rp55.31.022, pos jaga satpam 2 unit Rp4.531.788,- untuk pekerjaan fondasi, Rp34.939.497,- untuk struktur bangunan, Rp.21.820.454,- untuk dinding, Rp.1.482.895,- untuk plafon, Rp3.873.933 untuk lantai, Rp1.313.620 untuk utilitas. Untuk finishing-nya, menelan dana Rp2.171.312,- dan item pekerjaan lainnya adalah Rp.101.771.702,- untuk pembangunan jembatan dan jalan. “Kami juga menempatkan satpam selama enam bulan ke depan untuk menjaga pagar agar tidak dicuri. Sebab, sampai serah terima kedua (6 bulan) pekerjaan itu masih tanggung jawab kita,“ katanya. Sekadar tahu, kata dia, sebelum mengerjakan Gedung Wanita, banyak material yang berada di gedung tersebut jadi sasaran pencurian. Hasil renovasi yang dilakukan tahun sebelumnya sudah banyak yang dipreteli seperti bagian genteng, alumunium dan plafon. Lantas, apakah Rp800 juta terlalu mahal? “Orang yang bilang mark up, orang yang nggak tahu item kerjaannya,“ pungkasnya. (yuda sanjaya)

Tags :
Kategori :

Terkait