Alasan lain yang diutarakan adalah mengenai leluhur Dang Hyang Siddhi Mantra. Amanat leluhur bahwa Pulau Jawa dan Bali memang harus dipisahkan.
"Batara leluhur Dang Hyang Siddhi Mantra menggoreskan tongkatnya di Segara Rupek yang sekarang menjadi Selat Bali. Tentu ada dasar pemikiran kenapa Jawa dan Bali harus dipisahkan," tandas Agus Dwi Pranajaya.
Warga Bali lainnya adalah Sujana. Menurut dia, terhubungnya kedua pulau hanya akan menimbulkan masalah.
"Jalan di Bali terutama di pusat kota atau pariwisata akan tambah macet, kriminalitas meningkat. Cukup Jalan Tol Gilimanuk ke Denpasar," tandasnya.
BACA JUGA:Jalan Tol Bawah Laut Jawa - Bali Berbahan Kaca Anti Pecah, Ditolak karena Mitos Putera Mpu Tantular
Penolakan juga disampaikan Komang Nova Diatmika. Menurutnya, jembatan tersebut akan membuat terjadinya urbanisasi besar-besaran.
"Urbanisasi besar-besaran ke Bali bisa mengikis kearifan lokal, tradisi budaya. Mari hormati kearifan lokal masing-masing, apalagi Bali daerah di Indonesia dengan budayanya sendiri," tandas Komang Nova.
Tidak hanya warga Bali, penolakan juga disampaikan warga Jawa Timur yang menetap di sana. Pembangunan hanya akan berdampak buruk kalau direalisasikan.
"Saya sudah lama tinggal di Bali, tidak setuju adanya jembatan karena akan berakibat buruk. Jadi biarkan apa adanya seperti keadaan sekarang ini," tegas Ikah Dihardjo.
"Saya orang Jawa saja tidak setuju. Perbaiki dulu keamanannya," tegas Eddy Soeprapto mengutarakan pendapatnya.
Penolakan juga disampaikan Kadek Enny Harrington. Menurutnya Bali bisa tambah macet dan tidak beraturan.
"Harus ditolak, mendingan dibangun tol saja Gilimanuk ke Denpasar atau kereta api biar tidak macet," tegas dia.
Kadek Enny dan warga lainnya menegaskan bahwa pembangunan Jembatan Jawa - Bali adalah sesuatu yang harus dilarang.