Sehari sebelum kematian yang tragis itu, dr Soeko mengirim pesan pendek (SMS) kepada beberapa keluarga. Isi pesan pendek itu berupa potongan Ayat Kursi.
Soeko lebih banyak bertugas di puskesmas. Jangan dibanding-bandingkan Puskesmas di Jawa dengan Papua. Tidak selevel terpencilnya.
Artinya dia mengabdi di daerah terpencil. Jaraknya dua jam dari ibukota kabupaten ke tempat kerja. Medannya juga sangat berat.
Kepala Unit Pelaksana Teknis AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria (ATM) Dinas Kesehatan Papua yang ketika itu dijabat oleh Beeri Wopari. Dia menjelaskan dr Soeko diketahui baru bertugas di pedalaman Tolikara, Papua, pada 2013 lalu. Beeri menyebut dr Soeko memiliki andil besar di sana.
BACA JUGA:Persebaya vs Persib Bakal Terkendala Non Teknis, Berlaku Juga Bagi Suporter
Bayangkan, betapa ironinya bangsa kita. Ketika ada segelintir orang hebat yang berjuang sendirian di luar sana, yang rela meninggalkan sanak saudaranya atas nama pengabdian, namun disalah-artikan.
Bukan itu saja, malah dihabisi nyawanya tanpa prikemanusiaan. Yang membuat sedih, pelakunya adalah orang-orang yang dibelanya sendiri.
Kabid Humas Polda Papua, ketika itu, Kombes Ahmad Kamal mengakui, demo anarkis di Wamena menyebabkan ratusan bangunan rusak dan dibakar.
Baik itu bangunan milik pemerintah maupun swasta dan warga sipil.
BACA JUGA:Daihatsu GranMax Sahabat Bisnis Handal, Makin Kuat, Bisnisnya Makin Untung
Tercatat 29 orang meninggal dunia, salah satu di antaranya adalah dr Soeko. Sebagian besar akibat tidak sempat menyelamatkan diri saat rumah atau ruko mereka dibakar pendemo. (*)