JAKARTA, RADARCIREBON.COM – Penetapan tersangka terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri atas kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo membuat publik semakin pesimis terhadap upaya pemerintah dalam memberantas praktek korupsi.
Hal ini yang dirasakan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Agus Rahardjo.
Dalam sebuah wawancara dengan Rosiana Silalahi yang ditayangkan oleh Channel Youtube Kompas TV, Kamis 30 November 2023, Agus mengatakan bahwa KPK dalam titik terendah.
BACA JUGA:Lantik 93 PNS dan PPPK Tenaga Teknis, Bupati Imron: Berikan Kontribusi Positif pada Daerah
“Kami menjaga marwahnya tidak main-main, jadi saya sangat shock ketika pimpinan KPK menjadi tersangka dugaan pemerasan,” paparnya.
Bahkan, untuk menjaga marwah KPK agar tegak lurus dalam penegakan hukum, khususnya terhadap praktek pemberantasan korupsi, dirinya pernah menolak perintah presiden untuk menghentikan kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto (Setnov).
Kepada Rosi, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) gara-gara menjerat politikus Partai Golkar Setnov sebagai tersangka rasuah kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
BACA JUGA:Cek Peringkat FIFA Terbaru, Indonesia Masih Kalah Dengan Negara yang Banyak Suku Jawanya
Menurut Agus, Presiden Jokowi itu menginginkan penyidikan kasus yang mendera Setnov dihentikan.
Mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu mengatakan sebenarnya dirinya sudah menceritakan hal itu kepada sejumlah teman dekatnya. Namun, baru kali ini Agus membeberkannya kepada media.
Menurut Agus, suatu saat dirinya sebagai ketua KPK dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara.
“Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (menteri sekretaris negara, red),” tutur Agus.
Dia merasa heran, karena ternyata dipanggil sendirian menemui Presiden Jokowi. Sebab, lazimnya seluruh pimpinan KPK hadir saat bertemu presiden.
BACA JUGA:PB IPSI Perjuangkan Pencak Silat Bisa Dipertandingkan di Olimpiade 2036
“Saya heran, biasanya dipangil berlima, ini, kok, sendirian,” ucapnya.
Selain itu, Agus juga merasakan kejanggalan lainnya. Dia diminta masuk ke Istana Negara melalui pintu kecil di dekat masjid.
“Bukan lewat ruang wartawan,” imbuhnya.
Begitu memasuki ruangan kerja Presiden Jokowi di Istana Negara, Dirinya makin kaget.
“Presiden sudah marah,” kata Agus. “Beliau sudah teriak ‘hentikan’!”
Hal itu membuat Agus terheran-heran. Dia bertanya-tanya tentang apa yang dimaksud dengan kata ‘hentikan’ yang diteriakkan Presiden Jokowi itu.
BACA JUGA:Hari Disabilitas Internasional, Kapolresta Cirebon Bagikan SIM D Kepada 15 Orang Secara Gratis
“Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu kasusnya Pak Setnov, ketua DPR waktu itu,” tutur Agus.
Namun, dirinya tidak bergeming atas perintah tersebut karena sudah mengeluarkan sprindik selama 3 minggu dan di KPK tidak ada SP3 waktu itu. Proses hukum tetap berlanjut hingga proses persidangan.
Dari situlah mulai ada gerakan pelemahan KPK dengan cara merubah undang-undang. Karena saat itu, KPK masih bersifat independen, lalu diubah menjadi dibawah naungan presiden. (*)