Keunikan lainnya. Meski terletak di tengah pemukiman warga, namun masjid ini sangat tenang dari kebisingan.
Nasirudin, salah seorang pengurus Masjid Merah mengatakan, ukuran masjid lebih kecil dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Seperti halnya masjid kuno lain, tinggi bangunannya rendah, ditopang saka tatal sebagai tiang pemancang yang terbuat dari kayu jati.
Masjid Merah Panjunan konon dibangun oleh Syekh Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, ulama sekaligus penguasa Kesultanan Cirebon.
Setelah selesai dibangun, Sunan Gunung Jati kemudian menitipkan masjid ini kepada Pangeran Panjunan.
Nah, desan Masjid Merah Panjunan tidak hanya unik. Tapi juga memiliki filosofi tersendiri dan makna yang sangat dalam.
Nasirudin mengatakan, filosofi itu pun mewakili perbedaan karakter Wali Songo, dewan wali yang terdiri dari para ulama besar di Tanah Jawa, termasuk Sunan Gunung Jati.
Para wali memiliki perbedaan karakter tapi tetap bersatu, berkumpul, dan berdiskusi tentang ajaran Islam.
Di samping itu, bangunan Masjid Merah masih terjaga orisinalitasnya.
Dari segi penamanaan, unsur lokal masih sangat kental. Menjadi salah satu ciri masjid kuno di Cirebon.
Tradisi di Masjid Merah Panjunan juga unik. Antara lain tradisi dalam menenukan waktu salat.
Cara menentukan waktu salat di masjid ini masih menggunakan Istiwaq. Caranya dengan melihat posisi bayangan matahari.
Di samping itu, masih ada tradisi keagamaan yang terjaga sampai sekarang. Seperti tadarus Alquran yang dilakukan setiap hari jelang Salat Maghrib. (*)