"Di tengah gencarnya upaya Pemkot menekan angka prevalensi stunting, miris bahwa anggaran untuk intervensi gizi melalui PMT malah tak turun-turun," ujar Arie Setyawan, Senin (20/5).
Dia menyebutkan bahwa Kelurahan Kejaksan memiliki angka prevalensi stunting tertinggi di Kota Cirebon, dengan angka 21,98 persen.
Namun, intervensi melalui PMT dalam program Posyandu ini seperti tidak diperhatikan, sehingga selama lima bulan melaksanakan Posyandu, para kader terpaksa menggunakan dana pribadi, urunan, bahkan dana pinjaman ke koperasi.
"Penurunan stunting ini masuk dalam RPD 2024-2026, tapi dukungan untuk PMT saja seperti ini," keluh Arie.
Dia mengaku bahwa ketika berkoordinasi dengan Posyandu di kelurahan-kelurahan lainnya, ternyata kasusnya sama, di mana anggaran untuk PMT yang turun dari APBD melalui Dinas Kesehatan sampai lima kali Posyandu belum juga direalisasikan.
BACA JUGA:Saksi Pembunuhan Vina dan Eky Ajukan Perlindungan ke LPSK, Siapakah Dia?
"Per posyandu ada anggarannya 300 ribu rupiah. Di Kota Cirebon ada 345 Posyandu, sehingga untuk PMT satu bulan perlu 103.500.000 rupiah. Dari Januari hingga sekarang sudah lima bulan, berarti sudah mencapai 500 juta rupiah," jelas Arie.
Beberapa kader yang masih ingin berjuang pun terpaksa melakukan merger Posyandu, dengan maksud agar biaya untuk PMT tidak terlalu besar, tetapi kualitas PMT akan berkurang.
"Para kader mengantisipasi dengan menggabungkan Posyandu sementara. Namun, ada juga yang sudah lima bulan menggunakan dana pribadi, bulan depan mereka mungkin sudah tidak mampu lagi," imbuhnya. (azs)