Larang “Rampas” Motor di Jalan

Selasa 04-03-2014,11:29 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KUNINGAN – Gejolak sengketa kredit terus menjadi persoalan yang seolah tak kunjung selesai. Meski sebelumnya, masalah sengketa tersebut pernah jadi pembahasan DPRD, namun saat ini persoalan serupa kembali mencuat. Akhirnya, DPRD mengundang sejumlah leasing dan ormas/LSM untuk dipertemukan agar diperoleh solusi. Hanya 5 dari 11 leasing yang hadir memenuhi undangan dewan. Di antaranya Sinarmas, Mandala, FIF, Adira dan BAF. Padahal, berdasarkan data dari BPPT (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu), sedikitnya terdapat 28 leasing yang terdaftar di Kuningan. Sedangkan dari ormas/LSM, tampak hadir dari FPI, Gerakan Pagar Aqidah, Pekat, Kampak, Aliansi Peduli Kuningan, dan sejumlah organisasi lain. Sebelumnya mereka telah menyuarakan aspirasinya kaitan dengan praktik rentenir yang diduga dilakukan sejumlah leasing. Dialog tersebut dipimpin langsung Ketua DPRD, Rana Suparman SSos. Ia duduk di meja depan berdampingan dengan Wakapolres Kompol Rizal Marito. Perwakilan dari lima leasing yang hadir pun diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapat dan harapannya. Rata-rata dari enam leasing tersebut mengaku tidak melakukan jasa eksternal alias debt collector. Dalam menghadapi konsumen yang macet pun, mereka mengaku telah menempuh prosedur yang diawali dengan proses kekeluargaan selama enam bulan. Mereka mengaku dilema ketika menghadapi konsumen yang sulit membayar meskipun prosedur telah ditempuh. Untuk itu, lima leasing tersebut setuju jika pertemuan melahirkan sebuah solusi yang dapat memberi rasa keadilan di antara kedua belah pihak. Lain halnya dengan para aktivis organisasi. Mereka justru berpihak kepada masyarakat sebagai konsumen leasing. Adanya sengketa, disinyalir akibat adanya kemudahan dari leasing dalam memberikan jasa kredit. Padahal, kemampuan konsumen tidak sesuai dengan harapan. “Surveior kredit juga kan ditarget supaya konsumen banyak. Jadi jangan salahkan masyarakat. Perlu dicamkan pula bahwa, ada UU Fiducia yang mengharuskan unit kendaraan bersertifikat fiducia. Tapi kenyataan, banyak yang tidak bersertifikat,” kata Sekretaris Pekat Kuningan, Mulyana Latif. Dari Gerakan Pagar Aqidah, Dadan menegaskan, sebetulnya pemerintah sudah menerbitkan regulasi menyangkut jasa kredit. Bahkan ada pula UU tentang Perlindungan Konsumen. Hak dan kewajiban konsumen maupun pelaku usaha diatur dengan regulasi tersebut. “Memang pelaku usaha itu ya tujuannya mencari untung sebanyak-banyaknya. Tapi kalau ternyata hasilnya cenderung rugi, ya jangan menghalalkan segala cara sampai melakukan eksekusi unit di lapangan. Yang disayangkan, biasanya jika ada keterlambatan cicilan dua sampai tiga bulan, pihak leasing meminta pelunasan. Kalau mau konsekuen, saya kira itu juga pelanggaran,” tutur Dadan. Eksekusi unit kendaraan di lapangan, lanjut dia, harus memenuhi prosedur. Kendaraan tersebut harus bersertifikat fiducia. Eksekusi pun tidak dilakukan sendirian, mengingat ada Perkapolri 8/2011. Sebenarnya, imbuh Dadan, semuanya sudah ada peraturannya. Tinggalkan kemauan dari semua pihak untuk konsekuen terhadap penerapan aturannya. “Kalau konsumen merasa dirugikan, ya silakan laporkan. Begitu juga kalau pelaku usaha dirugikan. Semua ada aturannya. Jadi, sekarang ini sudah tidak musim preman-premanan,” tandas dia. Dalam menjawab pertanyaan aktivis organisasi, Wakapolres Kompol Rizal Marito menjelaskan tentang penarikan unit di jalan. Bisa masuk kategori pidana, jika dalam penarikan mengeluarkan kata-kata kasar serta mengeluarkan ancaman. Penarik unit kendaraan pun mesti disertai surat tugas dan kendaraan harus bersertifikat fiducia. Pihak leasing, dapat terjerat pidana jika menggunakan debt collector yang melakukan tindakan penarikan paksa. Terutama jika leasing tersebut sudah mengetahui bahwa debt collector akan melakukan cara-cara paksaan. “Kalau dari definisi, fiducia itu kan kepercayaan kepemilikan suatu barang yang kemudian dialihkan. Saya kira untuk penyelesaian sengketa, tidak perlu gontok-gontokan. Judulnya juga kan kepercayaan. Kalau ternyata mentok, satu-satunya eksekutor adalah Pengadilan Negeri,” tegas Rizal. Suara lantang dari aktivis ormas dan LSM terus disuarakan. Bahkan dari FPI membeberkan praktik leasing yang menggunakan konsep riba. Untuk itu FPI mengajak masyarakat untuk menjalankan syariat agama dengan sebaik-baiknya. Dialog yang berlangsung cukup alot diakhiri dengan munculnya kesimpulan dari pimpinan, Rana Suparman. Dia meminta waktu sampai Rabu (5/3) untuk mengundang instansi yang berkaitan dengan leasing. Baru setelah itu mengeluarkan keputusan yang merupakan penegasan dari aturan sebelumnya. “Dulu pernah ada SE Bupati yang melarang pengambilan unit di lapangan. Nanti kita akan kaji dengan mengundang instansi terkait, kemudian melahirkan keputusan,” tukas politisi PDIP tersebut. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait