KUNINGAN, RADARCIREBON.COM - Dinamika kontestasi Pilkada Kuningan tahun 2024 semakin menarik. Perang strategi hingga urat saraf terus bergulir dengan beragam cara.
Baik berupa konten kreatif melalui video dan foto yang disebar di media sosial, hingga adu data survei jadi tren saat ini. Uniknya, data survei yang dirilis lembaga survei berbeda-beda, sehingga melahirkan data yang saling kontradiktif.
Menyikapi polemik tersebut, Direktur Kuningan Institute Agus Kusman memberikan penilaian tersendiri. Menurutnya, hasil survei dari lembaga independen atau partai politik diharapkan tidak menimbulkan polemik, terutama di tengah tahapan Pilkada yang saat ini sedang berlangsung.
Itulah sebabnya hasil survei seyogianya profesional baik secara kuantitatif maupun kualitatif. "Lembaga survei dalam merilis datanya harus memperlihatkan independensinya.
Nah, jika dalam presentasinya didampingi oleh tim dari pasangan calon tertentu, kan jadinya aneh. Di mana letak independensinya kalau begitu? Padahal Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 sudah tegas mengatur lembaga survei tidak boleh melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu dan peserta pemilihan,” ujar Agus, Sabtu (12/10).
Kandidat Doktor di perguruan tinggi elit di Jakarta itu menerangkan, bahwa secara teori akurasi data survei dipengaruhi oleh jumlah responden. Jika respondennya 650 kemudian survei dilakukan di 32 kecamatan, maka rata-rata responden yang diwawancara per kecamatan hanya 20.
Seandainya menggunakan metode multistage, maka survei tersebut akan terbatas untuk beberapa kecamatan. Sehingga mereka akan kesulitan membaca kondisi peta setiap daerah pemilihan, setiap kecamatan apalagi setiap desa/kelurahan.
"Di sinilah masyarakat dituntut cerdas. Survei yang memperlihatkan kemenangan paslon tertentu harus dikaji dan ditracking bagaimana metodologinya. Semakin banyak jumlah responden, semakin kecil potensi margin of error-nya, begitu pula sebaliknya.
BACA JUGA:Paslon Dani-Fitria Siap Wujudkan Kesejahteraan Tenaga Honorer
Katakanlah 650 responden, maka margin of error-nya juga besar, yaitu di kisaran 4%. Jika paslon satu dinaikan 4% dan yang lain diturunkan 4% tentu akan menggambarkan kondisi yang berbeda,” bebernya.
"Jadi diharapkan lembaga survei memang harus terbuka metodologinya. Sampaikan jika multistage random sampling yang dilakukannya seperti apa. Jika terbatas hanya beberapa kecamatan ya sampaikan saja. Sebab jika sampai seluruh kecamatan disurvei dengan sampel hanya 650, maka datanya akan bias dan pasti kesulitan mengatur proporsinya,” ungkapnya.
Hasil survei yang dirilis salah satu lembaga survei beberapa hari yang lalu misalnya, lanjut Agus, lembaga survei tersebut merilis data di mana Paslon 01 angkanya 35,1%, Paslon 02 di angka 43,8%, dan Paslon 03 sebesar 12,8%. Sementara masyarakat yang belum menentukan pilihan sebesar 8,3%. Angka ini berbeda dengan data yang dirilis Jamparing, di mana Paslon 01 dengan Paslon 02 hanya terpaut 0,5% saja.
Dalam presentasinya, Jamparing berpendapat bahwa situasi di lapangan antara Paslon 01 dan Paslon 02 memang ketat dan berimbang. "Dalam hal ini, saya menilai data survei yang dirilis Jamparing lebih kredibel. Itu dikarenakan jumlah respondennya mencapai 1.200 orang. Mereka disebar di 194 desa/kelurahan di 32 kecamatan, dengan margin of error sebesar 2,8%,” ucapnya.
BACA JUGA:GBR Dukung Eti-Suhendrik Menang di Pilkada