Desa Setianegara Tak Dianggap

Sabtu 22-03-2014,10:56 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KUNINGAN – Statemen Kepala Desa Setianegara, H Tono Hartono yang mempertanyakan peruntukan dana sosialisasi ratusan juta, padahal pihaknya sama sekali tidak merasakan, membuat sewot Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP)) Kuningan, Drs H Amirudin. Dia menegaskan, dana yang dianggarkan sejak tahun 2011 itu, sudah terserap hingga 2013. Sedangkan anggaran 2014 dalam waktu dekat akan digunakan. “Misterius bagaimana? Dana sebanyak Rp450 juta sudah digunakan untuk sosialisasi kepada warga. Namun, dari beberapa desa yang ada di bawah kaki gunung, hanya dilibatkan empat desa yakni Desa Pajamban, Sukamukti, Gandasoli dan Ragawancana. Pemilihan empat desa itu, karena wilayah tersebut yang paling dekat dengan rencana eksplorasi panas bumi,” beber Amirudin kepada Radar, kemarin (21/3). Amirudin didampingi Sekdis Udit dan Kabid Pertambangan Deni menerangkan, sosialisasi dilakukan rutin kepada empat desa tersebut, baik di aula desa maupun mereka dibawa studi banding ke Kawah Kamojang Kabupaten Garut. Memang diakuinya, yang dibawa tidak semua warga, hanya perwakilan dan juga dari pihak pemerintah. Penyebab tidak dibawanya semua, karena terbatasnya dana. Selain itu, berharap warga yang dibawa bisa transfer informasi. “Jangan kira dana Rp100 juta dan Rp175 juta itu besar. Dengan dana itu, kami lakukan sosialisasi dan membawa mereka ke Garut. Kalau misalkan 20 orang dibawa ke Garut memang tidak membutuhkan dana? Selain untuk sewa kendaraan, mereka pun tentu harus makan dan tidur,” jelas Amir. Ia berharap, keterangan ini bisa menjawab pertanyaan mengenai penggunaan dana. “Kalau ada beberapa desa yang mengaku hanya diajak satu kali untuk studi banding dan tidak pernah ada sosialisasi itu bohong. Mungkin mereka tidak mengaku jujur karena ada tekanan,” ujar mantan Asda 1 Setda Kuningan. Ditanya kenapa Desa Setianegara tidak dianggap dan dijadikan lokasi sosialisasi, Amir tidak dengan gamblang menjawabnya. Dia mengakui Desa Setianegara tidak pernah diajak sosialisasi selama ini. Namun, karena masalah ini semakin melebar dan meluas di kalangan masyarakat, maka kemungkinan besar pada tahun ini akan banyak di desa dilibatkan termasuk Setianegara. “Kalau sebelumnya empat desa, pada tahun ini mungkin bisa mencapai belasan desa dan diprioritaskan yang berada di bawah kaki gunung. Selain itu, ada peningkatan anggaran dana agar tidak membuat warga resah,” katanya lagi. Dikatakan, yang diperlu diketahui oleh seluruh warga Kuningan adalah rencana pemanfaatan energi panas bumi untuk kemaslahatan umat. Dan juga untuk mengantisipasi krisis energi yang akan terjadi pada tahun 2018. “Ingat program ini akan banyak manfaatnya bukan hanya Kuningan, tapi seluruh Indonesia. Dari energi panas bumi akan menghasilkan listrik yang bisa digunakan untuk seluruh masyarakat,” terang dia. Dari pemanfaatan itu, Kuningan akan memperoleh keuntungan baik bagi hasil, infrastruktur yang bagus sampai terserapnya lapangan kerja. Dengan adanya dana bagi hasil yang masuk ke APBD, tentu dananya akan digunakan untuk membangun, sehingga bisa dinikmati masyarakat luas. “Dulu, kita PAD paling kecil, tapi karena terus mencari sumber setiap tahun terus meningkat. Pemanfaatan panas bumi juga bagian dari mencari sumber dana,” ucap dia. Untuk itu, untuk tercapainya peningkatan PAD harus ada dukungan dari semua pihak. “Jangan takut adanya pemanfaatan panas bumi akan berdampak ke masyarakat atau adanya relokasi,” ungkapnya. Sebelumnya, pihaknya sudah menerangkan bahwa untuk eksploitasi atau pengeboran, hanya memerlukan lahan 4 Ha dari dua sumur. Sumur yang boleh digali dengan ukuran 2 X 55 MW. Sementara itu, setelah izin usaha pertambangan keluar akan dibentuk konsorsium yang terdiri dari Pemkab Kuningan, Provinsi Jabar dan pihak Chevron. Untuk Kuningan dan provinsi yang akan dilibatkan adalah perusahaan daerah. Nanti sistemnya menggunakan saham. “Intinya akan banyak keuntungan diperoleh Kuningan. Mengenai bagi hasil 32 persen untuk Kuningan dan Majalengkan kita tengah berusaha agar mendapatkan dana bagi hasil 90 persen dan sisanya Majalengka. Hal ini karena luas WKP dan potensi panas bumi semua ada di Kuningan,” pungkasnya. RAMAI-RAMAI TOLAK CHEVRON Pasca molornya keputusan DPRD kaitannya dengan penolakan terhadap geothermal, Jumat (21/3) kemarin, puluhan warga kembali mendatangi gedung dewan. Hanya saja, kedatangan mereka bukan untuk aksi unjuk rasa melainkan untuk meminta klarifikasi atas surat yang telah dikeluarkan. Sebab, DPRD ternyata telah melayangkan surat ke Presiden dan Gubernur dalam menindaklanjuti aspirasi warga. “Surat yang dibuat DPRD tidak sesuai dengan tuntutan kami warga lereng gunung. Isi surat tersebut hanyalah permintaan penundaan izin lokasi eksploitasi serta izin usaha pertambangan (IUP) kepada Chevron. Mestinya surat penolakan eksploitasi sesuai tuntutan saat unjuk rasa waktu itu,” ketus Kades Sukamukti, Nana. Puluhan warga yang datang ke gedung dewan hanya perwakilan saja. Sebagian besar merupakan para kepala desa dan tokoh masyarakat. Mereka ingin meminta klarifikasi atas isi surat tersebut. Sayangnya, Ketua DPRD Rana Suparman SSos tidak ada di tempat, begitu pula para pimpinan dewan lainnya. “Ditelepon ponselnya pun tidak aktif. Terus terang kami sangat kecewa atas kosongnya gedung dewan dari pimpinan dewan,” ujar mereka. Akibatnya, 28 perwakilan massa penolak Chevron itu hanya berdiri di depan gedung. Tampak sejumlah aparat kepolisian melakukan penjagaan khawatir terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Menurut Nana, DPRD dinilai sudah ingkar janji. Sehingga dalam waktu dekat pihaknya akan mengadakan aksi unjuk rasa dengan massa yang lebih besar atas kekecewaan yang dirasakan. Sementara, para wakil rakyat beramai-ramai menyatakan penolakannya terhadap kehadiran PT Chevron untuk mengelola pertambangan panas bumi di Gunung Ciremai. Mereka tidak mau keberadaan Chevron nanti malah merusak mata pencaharian masyarakat lereng gunung. Ketua DPD PAN Kuningan, Drs Toto Suharto SFarm Apt menyatakan penolakan kerasnya. Bahkan pihaknya siap menghadang kedatangan Chevron ke Kuningan. Sebab, beroperasinya geothermal diindikasikan akan mengganggu masyarakat dari berbagai sisi. Termasuk mengganggu lingkungan yang selama ini dijaga kelestariannya. Salah satu kajiannya itu setelah dia memperoleh informasi tentang kondisi di wilayah Gunung Kamojang Garut. Disana, menurut Toto, masyarakat sekitar bukan malah sejahtera melainkan justru sengsara. Atas alasan tersebut, pihaknya menolak keras geothermal. Toto tidak mau hanya bicara dari satu sudut pandang PAD saja. Kesejahteraan masyarakat sekitar lereng gunung pun wajib dipikirkan. Jangan sampai PAD tinggi, tapi lingkungan jadi rusak dan masyarakat pun malah jadi sengsara. Karena PT Chevron merupakan perusahaan asal negeri Paman Sam, maka itu pun patut diwaspadai. Orang luar kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Sehingga dia meminta agar dilakukan kajian secara komprehensif. “Silakan lakukan kajian komprehensif. Yang jelas kami sudah melakukan kajian, dan sikap kami menolak dengan tegas geothermal,” tukasnya. Sama halnya dengan para mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Kuningan (IMK) wilayah III Cirebon. Kalangan intelektual asal kota kuda tersebut meminta agar pemerintah mengkaji ulang pertambangan panas bumi. Sementara wakil rakyat asal Golkar, Oyo Sukarya SE MMPub menguak tentang keanehan pada kemelut geothermal. Ia menyoroti keanehan otoritas provinsi dalam pelelangan pertambangan panas bumi tersebut. Sebab, reservoar alam dari panas bumi yang hendak dieksplorasi berada di wilayah Kabupaten Kuningan. Sesuai dengan tataruang, daerah yang disebut-sebut hendak dijadikan wilayah kerja pertambangan (WKP) masuk ke dalam kawasan strategis kabupaten (KSK). (mus/ded) DESA YANG DAPAT DANA SOSIALISASI Pajamban Sukamukti Gandasoli Ragawancana

Tags :
Kategori :

Terkait