Putusan MA Tolak PK Tujuh Terpidana Kasus Vina dan Eky, Toni RM: Saya Kaget

Senin 16-12-2024,19:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Moh Junaedi

CIREBON, RADARCIREBON.COM - Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan untuk menolak peninjauan kembali (PK) tujuh terpidana seumur hidup kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada tahun 2016 silam.

Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum yang sekaligus kuasa hukum Pegi Setiawan yakni Toni RM mengaku merasa kecewa atas putusan yang keluarkan oleh MA.

Toni menilai, putusan MA tersebut dinilai janggal menolak PK dari tujuh terpidana yang dianggap tidak menemukan kekeliruan dari hakim yang telah memvonis ketujuh terpidana tersebut.

BACA JUGA:PDI Perjuangan Pecat 27 Anggota, Termasuk Jokowi, Gibran dan Bobby

BACA JUGA:PK Terpidana Kasus Vina Ditolak, Reza Indragiri Sarankan Hal Ini Kepada Tim Kuasa Hukum

BACA JUGA:Pelindo Gelar Sunatan Massal

"Saya kaget atas putusan PK tujuh terpidana itu. Saya memperhatikan penjelasan dari pejabat Mahkamah Agung yang menerangkan bahwa penolakan PK dikarenakan Majelis Hakim PK tidak menemukan kekeliruan hakim pada tingkat Yudekfaksi (pada tingkat pengadilan tingkat pertama) maupun Judex juris (pada tingkat banding dan tingkat kasasi), tidak menemukan kekeliruan hakim dan kekhilafan yang nyata, sehingga menolak PK nya," ujarnya kepada radarcirebon.com, Senin 16 Desember 2024.

Mahkamah Agung tidak menemukan novum atau alat bukti baru pada PK ketujuh terpidana itu, menurut Toni, padahal para kuasa hukum terpidana telah membawa sejumlah saksi dalam sidang PK yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon.

"Kemudian, tidak ada novum yang diajukan menurut penjelasan pejabat Mahkamah Agung itu bukanlah bukti baru sebagaimana yang diatur dalam pasal 263 ayat 2 KUHP.”

“Kalau saya perhatikan sebenarnya ada bukti baru yaitu para saksi yang dihadirkan di PK, pada pemeriksaan PK di Cirebon.”

BACA JUGA:Teruntuk Presiden Prabowo, Ada Pesan Khusus dari Keluarga Terpidana Kasus Vina

BACA JUGA:Tiga Raperda Inisiatif Dukung Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih Baik

“Dimana saksi itu menerangkan, bahwa pada saat kejadian, mereka bersama terpidana, dan saksi-saksi itu tidak ada di dalam putusan atas nama delapan terpidana," ujarnya.

Dalam novum tersebut, Toni menyebutkan, ada sebenarnya yang sebagai mana dimaksud dalam pasal 263 itu bukti baru, bukti baru tersebut bisa surat bisa orang (saksi). Ini bukti baru atau alat bukti, saksi pun bisa.

"Saya merasa heran atas keputusan Hakim Agung yang menolak PK ketujuh terpidana ini. Tetapi, kalau itu tidak dijadikan, tidak dianggap sebagai novum yang benar-benar baru yang benar-benar mengetahui dan kesaksian itu dapat meragukan hakim.”

BACA JUGA:AKMI Suaka Bahari Lantik Ratusan Taruna Baru Angkatan XXXVIII

BACA JUGA:MOJANG JAJAKA JABAR: Alfath - Maheswara dari Kota Bogor Moka Jabar 2024

“Saya tidak tahu pikiran Hakim Agung PK ini bagaimana. Kemudian, kekeliruan Hakim atau kekhilafan yang nyata.”

Toni juga menyoroti terkait rekaman CCTV dan handphone yang disita penyidik.

"Saya mengamati putusan delapan terpidana itu dari mulai CCTV yang tidak dibuka, enam handphone yang disita, salah satunya handphone-nya Vina, ada kayu (bambu), yang dianggap didakwakan untuk memukul, sperma yang ditemukan di vagina Vina, itu tidak diperiksa sama sekali."

"Nah dari kejanggalan-kejanggalan itu kalau tetap diputus bersalah itu namanya kekeliruan Hakim, bagaimana pemikirannya," sebutnya.

Toni menduga keputusan MA hanya untuk melindungi tiga institusi yang terlibat dalam kasus tersebut, yakni Polri, Kejaksaan dan Pengadilan.

BACA JUGA:Herman Suryatman Diskusi dengan Warga Tamansari, Penataan Kolong Flyover Mochtar Kusumaatmadja Terus Berjalan

BACA JUGA:Keraton Kaprabonan Bawa 55 Utusan Khusus untuk Meriahkan FSBKN 2024

"Saya menduga jangan-jangan ini dibuat perimbangan seperti itu, jangan-jangan karena menjaga tiga institusi.”

“Ini pikiran saya ya, saya gak tahu ini kan. Nah tapi kalau dilihat tidak ada kekeliruan, tidak ditemukan kekeliruan, oh saya tidak sependapat,"tandasnya.

Toni meminta para kuasa hukum ketujuh terpidana untuk kembali mengajukan PK agar ketujuh terpidana tersebut biasa bebas dari penjara.

"Kalau jelas pejabat Mahkamah Agung (MA) menerangkan bahwa penolakannya itu bukan karena jangka waktu kadaluarsa, karena tidak ditentukannya kekeliruan Hakim, maka ajukan PK lagi saja.”

“Karena dalam pasal 263 ayat 1 KUHP, tidak diatur harus satu kali, dua kali, atau dibatasi. Hanya di situ, terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana itu bisa mengajukan PK," pungkasnya. (rdh)

Kategori :