Media lokal di Albania juga menyatakan bahwa terdapat konten video yang beredar di TikTok yang isinya adalah dukungan terhadap aksi kekerasan tersebut.
Beredarnya kinten video yang mendukung aksi kekerasan itu dinilai semakin memperburuk situasi.
“Masalahnya bukan anak-anak kita, tetapi kita sendiri, masyarakat kita, TikTok, dan aplikasi lain yang telah menyandera anak-anak kita,” cetus Rama.
Sementara itu, mengenai penggunaan media sosial, beberapa negara di Eropa memang sudah menerapkan peraturan yang ketat. Antara lain di Prancis, Jerman, dan Belgia.
Di negara-negara tersebut, akses media sosial sangat dibatasi terutama untuk anak-anak. Namun, aturan paling ketat mengenai hal ini justru sudah diterapkan di Australia.
Sejak November 2024 Australia melarang total akses media sosial kepada anak-anak di bawah usia 16 tahun.
Terkait kasus di Albania, pihak TikTok sendiri sudah memberikan pernyataan resminya di mana mereka tengah mencari penjeladan lebih lanjut dari peneruntah setempat.
“Kami belum menemukan bukti bahwa pelaku atau korban memiliki akun TikTok. Beberapa laporan justru menunjukkan video terkait insiden tersebut diunggah di platform lain, bukan TikTok,” kata juru bicara TikTok.