Sejumlah Pasal UU KIP Dirasa Rancu

Kamis 27-03-2014,12:56 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KEDAWUNG– Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), sepertinya belum bisa diterapkan maksimal. Sebab, di dalam UU tersebut masih banyak beberapa pasal yang rancu dalam penafsirannya. Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, Budi Yoga Permana SIP mengatakan, beberapa pasal yang rancu diantaranya, pasal 52 terkait sanksi dan ancaman pidana tertulis termohon. Pemohonan dalam hal ini adalah publik. “Tidak mungkin badan publik seperti Pemerintah Kabupaten Cirebon dipidana. Memangnya bisa dipidana?,” tanya Budi, saat ditemui usai menyosialisasikan UU KIP di salah satu hotel di Jl Tuparev, Rabu (26/3). Dikatakanya, UU KIP itu juga memicu kontroversi. Sebab, ada yang mengatakan undang-undang tersebut harus direvisi, ada juga yang mengatakan sudah cukup. Namun, khusus menyoal pidana pada badan publik, pasal tersebut sepertinya harus direvisi. Mengacu pada UU KIP di negara lain, tak ada sanksi pidana, yang ada hanya perdata. “Artinya, intansi atau pemerintah daerah sanksinya adalah denda, bukan mendapat kurungan penjara, tapi ini adalah kesalahan subtansi. Kalau saja prosedural, sebaiknya ini diatur oleh badan publik itu sendiri,” katanya. Diungkapkannya, selama ini sistem belum dapat sinkron antara komisi informasi non yuridisial sistem dengan yudisial. “Kadang tidak match. Jadi harus ada kerjasama dengan lembaga lain di pemerintahan,” tuturnya. Dikatakannya, keterbukaan publik merupaka sebuah keharusan. Artinya, paradigma atau mindset sekarang itu harus berubah dan tidak boleh instansi pemerintah menutup-nutupi data. “Hampir di semua birokrasi itu seperti itu, tidak hanya di Cirebon, tapi diseluruh Kota dan kabupaten lainnya,” tukasnya. Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Cirebon, Drs H Hartono MM mengatakan, masing-masing sekretaris dinas atau badan, kelurahan atau desa harus menjadi pejabat pegelola informasi dan dokumentasi (PPID). Tugas mereka secara garis besar melayani, dan mengolah informasi yang inginkan masyarkat. Masyarakat yang menginginkan informasi tentang kedinasan, harus melalui PPID. “Sayangnya, PPID di masing-masing badan publik belum berjalan secara optimal,” ungkapnya. Dia berharap, terjadi sinkronisasi antara PPID dengan Komisi Informasi Daerah (KID), dan KID ini dibentuk untuk mediasi serta memfasiltasi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi, tetapi mengalami kendala. “Pencari informasi bisa mengadu ke KID, kalau tidak juga ada respons dari pihak yang diadukan, bisa berlanjut ke sidang,” jelasnya. (sam) FOTO: SAMSUL HUDA/RADAR CIREBON MASIH RANCU. Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, Budi Yoga Permana SIP, mengisi materi sosialisasi UU KIP, kemarin.

Tags :
Kategori :

Terkait