Kegiatan tersebut, merupakan ikhtiar dalam merawat semangat perjuangannya dalam mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Disebutkan KH Mustahdi Abdullah Abbas, pemberian gelar Pahlawan Nasional tidaklah penting bagi sosok KH Abbas Abdul Jamil.
"Namun hal tersebut menjadi penting bagi kita semua sebagai ikhtiar merawat spiritnya, menjaga semangatnya, dan menumbuhkan sikap kebangsaan dan kepahlawanan beliau di dalam diri kita dan anak cucu kita generasi Indonesia, masa depan Cirebon yang akan datang," kata KH Mustahdi Abdullah Abbas dalam sambutan.
KH Mustahdi menjelaskan, Kiai Abbas tidak saja terlibat dalam medan peperangan, tetapi kesehariannya sebagai pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Buntet, tidak bisa dilepaskan dalam dunia pendidikan.
Masyhur Kiai Abbas didapuk sebagai Panglima dalam Perang 10 November 1945. Dalam pendidikan, Kiai Abbas juga merupakan sosok pembaharu pendidikan dengan membentuk sistem klasikal madrasah di saat banyak pesantren yang masih menolaknya. Di madrasah itu juga dimasukkan berbagai mata pelajaran pengetahuan umum.
"Ijtihadnya di bidang pendidikan dengan mendirikan madrasah dan sistem klasikal sejak tahun 1920-an menjadi catatan penting dalam sejarah pendidikan pesantren," katanya.
Kiai Abbas aktif dalam wacana keagamaan melalui pengajarannya kepada santri-santri khusus sehingga lahir sosok seperti Prof KH Ibrahim Hosen yang menjadi Ketua MUI bidang Fatwa.
Ada juga KH Tubagus Sholeh Ma'mun dan KH Jawahir Dahlan yang membidani lahirnya Jamiyyatul Qurra wal Huffazh bersama KH Abdul Wahid Hasyim.
Dalam gerakan sosial, Kiai Abbas juga terlibat aktif dalam jamiyyah Nahdlatul Ulama mulai tingkat cabang hingga nasional.
Lebih spesifik lagi, Kiai Abbas juga menaruh perannya yang sangat kontributif dalam wacana Keislaman dan gerakan sosial.
Dari tangan dinginnya, lahir sosok-sosok tokoh nasional seperti Prof KH Ibrahim Hosen, yang mendapat laqab Mujtahid Fatwanya Indonesia karena kontribusinya yang sangat penting di dalam perumusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Tidak saja dalam bidang fiqih, Kiai Abbas juga ‘melahirkan’ tokoh penting dalam bidang Al-Qur’an, yaitu KH Tubagus Sholeh Ma’mun dan KH Jawahir Dahlan.
Keduanya menjadi sosok yang terlibat dalam pendirian Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama bersama KH Abdul Wahid Hasyim.
Di Nahdlatul Ulama, Kiai Abbas juga tercatat turut terlibat aktif dalam berbagai pertemuan di tingkat cabang hingga nasional.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa pengusungan Kiai Abbas menjadi Pahlawan Nasional menjadi penting. Sebab, Kiai Abbas adalah milik bangsa Indonesia yang perjuangannya harus terus dilanjutkan.
"Perjuangan Kiai Abbas masih harus dilanjutkan. Jika melihat pada hal tersebut, Kiai Abbas telah memulai dan kita harus terus melanjutkan perjuangan ini untuk masa kini dan masa depan yang lebih baik. Pengusungan Kiai Abbas sebagai Pahlawan Nasional adalah ikhtiar menuju ke sana," kata KH Mustahdi.