JAKARTA, RADARCIREBON.COM — Penyakit autoimun kini menjadi salah satu isu kesehatan yang terus meningkat secara global. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penderita penyakit autoimun ini diperkirakan lebih dari 2,5 juta orang.
Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi, justru menyerang sel dan jaringan sehat.
Hingga saat ini, lebih dari 100 jenis penyakit autoimun telah teridentifikasi. Sebagian diantaranya menyerang organ tertentu, sementara sebagian lainnya bersifat sistemik dan mempengaruhi berbagai organ tubuh sekaligus, termasuk kulit, sendi, paru-paru, usus, saraf, dan kelenjar tiroid.
Faktor Penyebab Autoimun
Penyakit autoimun tidak muncul begitu saja. Penyebabnya sangat beragam dan sering kali merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, serta kondisi tubuh seseorang.
BACA JUGA: Cara Mudah Buka Rekening BRI 2025, Cukup Siapkan KTP dan Setoran Awal
Resiko autoimun diketahui lebih tinggi pada perempuan usia produktif, terutama bila terdapat riwayat keluarga dengan penyakit autoimun.
Beberapa faktor lain juga dapat ikut berperan, seperti infeksi dan stress yang berlangsung berkepanjangan, ketidakseimbangan hormon, serta paparan polusi atau zat kimia tertentu termasuk asap rokok.
Selain itu, pola makan yang kurang seimbang dan gaya hidup yang tidak sehat dapat memperburuk respons sistem imun dan memicu peradangan dalam tubuh.
Tanda dan Gejala Autoimun
Tanda-tanda autoimun bisa sangat berbeda pada setiap orang karena penyakit ini dapat menyerang organ tubuh yang berbeda.
BACA JUGA:MTB Fiesta Bupati Cup 2025 Jadi Ajang Perdana Nasional, Cirebon Unjuk Potensi Trek Downhill
Namun, beberapa keluhan yang paling sering muncul antara lain kelelahan berat yang tidak kunjung pulih, nyeri atau bengkak pada sendi, ruam kulit atau sensitivitas berlebihan terhadap sinar matahari, gangguan pencernaan yang berulang, serta demam berulang tanpa penyebab yang jelas.
Sering kali, gejala-gejala tersebut kerap dianggap keluhan kesehatan biasa sehingga banyak pasien datang ketika kondisinya sudah kronis. dr. Syahrizal menegaskan bahwa mengenali gejala sejak dini memiliki peran besar dalam keberhasilan penanganan.
“Apabila seseorang mulai merasakan keluhan tersebut, sangat disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter. Proses diagnosis idealnya dilakukan oleh dokter yang memiliki keahlian untuk menangani penyakit autoimun, melalui serangkaian tahapan mulai dari evaluasi riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, penilaian gejala, pemeriksaan fisik menyeluruh, hingga pemeriksaan laboratorium dan tes penunjang lainnya,” ujarnya.
Perempuan Lebih Beresiko
Menurut dr. Syahrizal, penyakit autoimun paling banyak ditemukan pada perempuan usia 15–44 tahun. Data dari Global Autoimmune Institute, 2024 menunjukkan bahwa sekitar 78% dari individu yang mengidap autoimun adalah perempuan.
BACA JUGA:Ketahanan Keluarga Era Digital Jadi Sorotan Puncak HKG PKK ke-53 Kota Cirebon
Kecenderungan ini diyakini kuat terkait dengan perbedaan biologis antar gender, termasuk keberadaan kromosom X tambahan, fluktuasi hormonal (khususnya estrogen), fungsi reproduksi, respons imun yang berbeda.
Jika tidak dikendalikan, penyakit autoimun pada dapat menimbulkan komplikasi serius, mulai dari kerusakan organ permanen (misalnya ginjal pada lupus atau saraf pada multiple sclerosis), peningkatan risiko penyakit jantung, hingga gangguan kehamilan seperti keguguran.
Dampak psikologis juga tidak dapat diabaikan — banyak pasien menghadapi kecemasan, depresi, dan penurunan kualitas hidup.
Penananganan Autoimun
Setelah mendapatkan diagnosis, dokter akan menentukan penanganan yang sesuai dengan jenis autoimun, tingkat keparahan, dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.
BACA JUGA:Keren dan Gampang! Bikin Foto Sendiri Ala Kafe Kekinian Pakai Prrompt Gemini AI
Penanganan dapat mencakup pengaturan pola makan, obat untuk mengendalikan peradangan, imunoterapi, hingga terapi plasma exchange untuk kondisi tertentu.
Tujuannya bukan sekadar meredakan gejala, tetapi menstabilkan sistem imun agar pasien dapat kembali menjalani aktivitas dengan nyaman.
Pendekatan autoimun kini juga menekankan peran perubahan gaya hidup. Istirahat cukup, olahraga teratur, manajemen stres, dan kepatuhan terapi telah terbukti membantu menjaga stabilitas jangka panjang.
Pendampingan psikologis dan edukasi keluarga turut berkontribusi besar, mengingat perjalanan penyakit autoimun bersifat kronis dan membutuhkan dukungan emosional.
BACA JUGA:Mulai Hari Tanpa Khawatir Bau Badan: Rawat Ketiakmu dengan Cara yang Lebih Cerdas
Untuk memberikan layanan skrining, diagnosis, dan terapi secara komprehensif, Primaya Hospital Bekasi Barat menghadirkan Klinik Autoimun yang menangani berbagai jenis penyakit autoimun, termasuk Rheumatoid Arthritis, Psoriasis dan Psoriatic Arthritis, Penyakit Tiroid Autoimun (Graves & Hashimoto), Lupus (SLE), Multiple Sclerosis (MS), Celiac Syndrome, Sjogren’s Syndrome, Spondilitis Ankilosa, serta kondisi autoimun lainnya. Klinik ini juga dilengkapi layanan imunoterapi, tes alergi, terapi plasma exchange, pemeriksaan laboratorium serta edukasi dan konseling bagi pasien maupun keluarga.