Di sana, hobinya bermain sabung ayam kembali tersalurkan. Selama 40 hari berturut-turut, ayam jago miliknya bernama Jalak tidak pernah terkalahkan.
BACA JUGA:Kiriman Air dari Kuningan, Sungai Singaraja Meluap Rendam Tiga Desa di Cirebon
BACA JUGA:Turun ke Cirebon di Tengah Padatnya Nataru, Begini Pesan Dirut KAI ke Penumpang
Kemenangan beruntun tersebut kemudian dimusyawarahkan bersama 21 sesepuh desa di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Tarikolot.
Dari hasil musyawarah itulah, nama Jalaksana lahir, gabungan dari kata Jalak dan Laksana.
Tak hanya itu, 21 sesepuh tersebut juga diperintahkan membuka wilayah baru. Inilah yang diyakini menjadi asal mula mengapa Kecamatan Jalaksana kini terdiri dari 21 desa.
Versi Kedua: Duel Jawara Kerajaan Pajajaran dan Kuningan
BACA JUGA:Liburan Nataru di Bandung? Ini Destinasi Keluarga yang Wajib Dikunjungi
BACA JUGA:Libur Nataru, Glamping Lakeside Ciwidey Siap Total! Tiket Mulai Rp25 Ribu, Wahana Makin Lengkap
Versi kedua membawa kita ke tahun 1482 Masehi, saat Sunan Gunung Jati mulai menyebarkan Islam di Jawa Barat secara damai dan mendirikan Kesultanan Cirebon setelah memisahkan diri dari Kerajaan Pajajaran.
Meski Cirebon terbebas dari kewajiban pajak, wilayah Kuningan saat itu masih berada di bawah kekuasaan Prabu Siliwangi dari Pajajaran. Penarikan upeti pun diwakilkan kepada Prabu Cakraningrat dari Kerajaan Rajagaluh.
Untuk menjalankan tugas tersebut, Prabu Cakraningrat mengutus patihnya, Adipati Arya Kiban, ke Kuningan.
Namun, kedatangannya ditolak oleh Adipati Awangga, penguasa Kuningan, yang menganggap wilayahnya telah masuk dalam kekuasaan Kesultanan Cirebon.
Penolakan ini memicu perang tanding antara Adipati Awangga dan Adipati Arya Kiban.
Keduanya dikenal memiliki kesaktian yang seimbang sehingga pertarungan berlangsung lama tanpa pemenang.
Lokasi duel itulah yang kemudian dikenal sebagai Jalaksana, yang dimaknai sebagai jaya dalam melaksanakan tugas.