**Soal Rencana Penambangan Geothermal KUNINGAN – Bungkamnya empat pimpinan dewan dalam menyikapi persoalan geothermal, mendapat kritikan pedas dari aktivis F-Tekkad, Soejarwo. Sambil memegang jidat, pria berwajah sangar itu menyangsikan integritas anggota wakil rakyat. “Ciloko (celaka, red) kalau pimpinan wakil rakyat sudah ‘bisu’. Bagaimana nasib rakyat yang diwakilinya kalau begini. Semoga saja dengan adanya general chekup, mereka kembali mau bicara lagi nanti,” sindir Jarwo kepada Radar, kemarin (3/6). Dirinya tidak habis pikir mencermati prilaku para pimpinan dewan. Ketika pernyataan dilontarkan mantan bupati, H Aang Hamid Suganda, semuanya terkesan takut menanggapi. Padahal menurutnya, jika disimak dari perkataannya yang mengeluarkan jaminan, itu sudah di luar kapasitas. “Memang beliau telah memimpin Kuningan dua periode. Tapi sekarang kan tidak lagi. Mestinya yang berbicara seperti itu adalah Bupati selaku kepala daerah,” tandasnya. Dia juga menyayangkan ungkapan Aang yang mengaku tidak, jika DPRD menolak geothermal. Padahal ketua dewan yang secara formal melakukan penolakan, satu “wadah” dengannya di PDIP. Kalau benar Aang tidak tahu, berarti ada komunikasi yang tidak nyambung antara legislatif dan eksekutif. “Yang lebih memprihatinkan, apa mungkin seorang tokoh sekelas AHS tidak pernah menyimak pemberitaan, baik cetak maupun elektronik,” ucap Jarwo. Lebih jauh, dia juga menyayangkan warga lereng gunung yang terkesan “diam” belakangan ini. Begitu pula tim advokasi yang mengatasnamakan Gempur. Sikap mereka sekarang, imbuh Jarwo, membuat dirinya mampu mengukur sejauh mana semangat perjuangan mereka. Terpisah, Wabup H Acep Purnama MH usai mengikuti paripurna tidak berkomentar soal bungkamnya pimpinan dewan. Apalagi sampai menimpali pernyataan H Aang Hamid Suganda. “No comment,” kata Acep sebelum bergegas menuju kendaraan dinasnya. DEDE ISMAIL : PASTI ADA PENGGUSURAN Rupanya dari sekian anggota dewan yang ada, terdapat satu orang yang berani menanggapi pernyataan Aang. Ketua Fraksi GKBI, H Dede Ismail SIP yang juga Ketua DPC Partai Gerindra, merasa yakin jika proyek geothermal akan memicu dilakukannya penggusuran. “Pasti akan ada penggusuranlah. Dari survei ke Garut saja dulu saya melihat ada tabung dan selang gas yang besar-besar. Apa yang diungkapkan mantan bupati kan baru itung-itungan yang belum pasti kebenarannya,” sergah Dede saat dimintai tanggapannya, kemarin (3/6). Menurutnya, kesalahan dari awal akibat kurangnya sosialisasi. Entah anggaran sosialisasinya tidak digunakan sebaik mungkin atau hanya sosialisasi seremonial semata. Akhirnya, hasil yang dicapai berbanding terbalik dengan harapan. “Dulu itu kami tidak pernah diberi tahu berapa anggaran persisnya untuk sosialisasi geothermal. Waktu itu ketika saya masih menjabat wakil ketua komisi C, saya hanya ikut kunjungan kerja ke Garut untuk melihat langsung bagaimana pemanfaatan panas bumi di sana,” ungkap Dede. Dari hasil studi banding dulu, imbuhnya, antara geografis Garut dengan Kuningan berbeda. Gunung yang dimiliki pun berbeda ketinggian dan tidak aktif. Sedangkan Ciremai tertinggi di Jabar dan masih aktif. Selain itu, kepadatan penduduk lereng Gunung Ciremai jauh lebih padat dari Garut. “Itulah yang menjadi pemicu ketidakpahaman masyarakat terutama kaitan dengan dampak positif dan negatifnya. Saya berharap para pihak terkait melakukan kajian lebih detail dan disosialisasikan secara intensif dan terbuka,” kata dia. Jika ternyata lebih banyak madaratnya, menurut Dede, tidak usah dipaksakan. Hingga saat ini pun dirinya selaku pucuk pimpinan Partai Gerindra tetap menolak geothermal yang hendak dikelola PT Chevron kalau memang banyak madaratnya. “Kalau ternyata tidak mampu mendongkrak PAD dan tidak menyejahterakan masyarakat Kuningan, ya jangan dipaksakanlah,” harapnya. Meski begitu, Dede masih menghargai pendapat Aang Hamid Suganda. Hanya saja dialam demokrasi sekarang ini, sangat wajar jika terdapat perbedaan pendapat. “Dulu memang beliau sebagai kepala daerah, tapi sekarang kan beda. Jadi kalau mengeluarkan jaminan, menjaminnya dalam bentuk apa, kan bukan kepala daerah,” ucapnya. Persoalan tersebut, diakui Dede, menjadi tugas bersama semua pihak. Dia berharap pemkab pun lebih tanggap dan jangan menganggap sepele. Sebab pihaknya khawatir dikemudian hari menjadi ranjau atau bom waktu yang meledak kapan saja. Di singgung tentang bungkamnya pimpinan dewan, menurut Dede tidak begitu. Justru para pimpinan tengah menggali informasi kaitan dengan keuntungan dan kerugian dari rencana pemanfaatan panas bumi. Dirinya merasa yakin beberapa hari kemudian mereka akan mengeluarkan statemen terhadap persoalan yang berurusan dengan nasib rakyat tersebut. “Saya kira bukan karena takut. Saya kira era demokrasi sekarang ini tidak ada yang perlu ditakuti dan menakut-nakuti. Ini negara hukum yang demokratis,” pungkasnya. Sebelumnya Aang menegaskan, eksplorasi panas bumi yang hendak dikelola perusahaan asal Amerika tersebut bukan penjajahan baru. Bahkan kaitan dengan WKP (wilayah kerja pertambangan) seluas 24 ribu hektare, tidak ada upaya relokasi warga sampai terjadi penggusuran Pendopo dan gedung dewan. “Bukan penjajahan baru, apalagi sampai muncul isu relokasi segala, engga bakalan ada, saya jamin itu,” tegas pria yang kini menjabat Ketua BKAD (Badan Kerjasama Antar Daerah) itu usai deklarasi tim pemenangan Jokowi-JK, kemarin (1/6). (ded)
Jaminan Aang di Luar Kapasitas
Rabu 04-06-2014,10:59 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :