ANJATAN - Sejumlah petani di sebagian Kecamatan Anjatan masih melakukan tindakan darurat untuk mengairi sawah mereka. Yakni dengan melakukan pompanisasi. Tindakan itu dilakukan agar tanaman padi yang sudah berumur lebih dari dua bulan tidak gagal panen.
Para petani rela menambah biaya operasional untuk menyewa pompa air dan membeli bahan bakar guna menyedot air sungai. “Sebulan lagi panen. Kalau tidak dialiri air lagi, padi bakalan kekeringan dan puso,” ujar Rusnadi (50) petani asal Desa Anjatan Utara, kemarin.
Tapi kata dia, upaya sedot air tidaklah mudah. Pasalnya, air yang tersedia di sungai irigasi terkadang tidak mencukupi karena harus bergiliran. Sebagai solusinya, petani mengambil sumber dari sungai pembuang meskipun jarak antara sungai dengan sawah cukup panjang, sekitar 1-2 km.
Petani menyiapkan pompa air di dekat sungai, dan mengalirkannya melalui selang yang terbuat dari terpal. “Biaya operasionalnya sekitar 150 ribu sehari. Untuk sewa pompa dan beli bensin,” sebut Rusnadi.
Sementara itu, dari pantauan Radar, sejumlah desa di Kecamatan Anjatan diantaranya Salamdarma, Bugis Tua, Bugis, Cilandak dan Anjatan kini sudah mulai memasuki masa panen.
Meskipun sempat mengalami kesulitan air, para petani setempat bisa bisa bernafas lega. Pasalnya, hasil panen tahun ini justru lebih melimpah dibanding tahun sebelumnya.
Setiap satu hektare sawah, gabah yang dihasilkan mampu mencapai 7,5 ton. Padahal saat kondisi air melimpah, justru produksinya tidak sebesar tahun ini.
Marno (36) petani asal Desa Salamdarma mengatakan, dengan kondisi air yang minim, justru tanaman padi dapat berkembang dengan baik. Bahkan, bisa terhindar dari berbagai macam penyakit seperti saat musim rendengan. “Gabahnya lebih berisi, bagus, dan hasinya juga banyak,” jelasnya. (kho)