Stop Buang Sampai di Sungai

Selasa 14-10-2014,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Selamatkan Cipager Sekarang Juga Bau busuk menusuk hidung saat melintasi Sungai Cipager, di Desa Panembahan, Kecamatan Plered. Bau tak sedap tersebut berasal dari timbunan sampah di sungai yang bermuara di Kecamatan Gunung Jati ini. Sungai Cipager menjadi korban dari kurang sadarnya warga terhadap kelestarian lingkungan. WARGA di sekitar Sungai Cipager seolah sudah kebal terhadap bau busuk yang menyengat. Setiap hari mereka menghirup bau busuk dari tumpukan sampah di daerah aliran sungai. Ardi (29), warga yang tinggal di bantaran Sungai Cipager mengungkapkan, banyak rekannya yang datang berkunjung ke kediamannya mengalami muntah dan mual lantaran tidak terbiasa menghirup baru tidak sedap dari sampah di sungai. Sebagai penduduk di kawasan itu, seringkali terbesit protes atas kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Apa daya, protes itu hanya terpendam tanpa terungkapkan. Semakin hari, sampah yang menumpuk di Sungai Cipager semakin banyak. Saking banyaknya, sampah menumpuk di dekat bendungan dan membentuk pulau sampah. “Sungai Cipager ibarat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah saja. Sampahnya nggak habis-habis,” keluhnya. Pantauan Radar di sekitar Sungai Cipager, tumpukan sampah tersebut merupakan buah dari rendahnya kesadaran masyarakat. Padahal, di sekitar sungai sudah dipasangi papan informasi berisi imbauan agar tidak membuang sampah di sungai. Sampah yang menumpuk, tidak hanya berasal dari Kecamatan Plered dan Tengah Tani saja. Sampah juga berasal dari kecamatan lain yang dilintasi anak sungai tersebut, seperti Kecamatan Sumber dan Weru. Bahkan, dari wilayah Kabupaten Kuningan yang menjadi wilayah hulu Sungai Cipager pun turut menyumbang berkubik-kubik sampah yang tertahan di bendungan. Tentu saja, timbunan sampah ini dapat menyebabkan berbagai macam persoalan, baik secara langsung maupun tak langsung, khususnya penduduk yang berada disekitarnya. Warga di sekitar lokasi banyak yang menderita penyakit kulit, gangguan pernapasan dan gangguan kesehatan lainnya. Belum lagi bahaya banjir yang siap menerjang di musim penghujan. Masih terekam dalam memori, betapa dahsyatnya banjir yang terjadi di muara sungai pada akhir tahun 2011 dan 2012 silam. Sejumlah kecamatan yang wilayahnya dilintasi sungai-sungai besar, seperti Gunungjati, Suranenggala, Mundu, Pangenan, Gebang dan kecamatan lainnya, terendam akibat tersumbatnya aliran air sungai oleh sampah. Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Cirebon, Dra Ita Rohpitasari, indikasi air telah tercemar jika ada perubahan yang dapat diamati secara fisik, kimia maupun biologi. Secara fisik, air sudah tercemar ada perubahan warna, rasa dan bau. Secara kimia, indikasinya adalah perubahan suhu, keasaman (PH), kandungan oksigen terlarut yang berkurang, kandungan bahan kimia, dll. Sedangkan secara biologi dapat dianalisa dengan melihat adanya bakteri patogen. “Pencemaran air sungai akibat sampah, pasti mengganggu ekologi sungai tersebut, akibatnya banyak ikan yang mati dan tumbuhnya bakteri yang membahayakan kesehatan manusia,” jelasnya. Melihat situasi ini, Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui dinas atau badan yang menangani persoalan sampah tentu tidak tinggal diam. Kepala Bidang Sumber Daya air Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan (DPESDAP) Kabupaten Cirebon, Iwan Rizki mengaku tengah menginventalisir sungai-sungai yang akan dinormalisasi melalui program kali bersih. Setiap tahun, DPSDAP mencanangkan program kali bersih secara bergantian. Dari beberapa sungai yang menjadi perhatian dinas tersebut, salah satunya Sungai Cipager. “Insya Allah satu atau dua pekan ke depan, kita akan melakukan pengerukan sampah, termasuk sedimentasi dalam rangka mempersiapkan segala kemungkinan ketika musim hujan tiba,” ucapnya. DPSDAP menjanjikan, semua sungai akan diperiksa. Setelah itu, ada penentuan skala prioritas, mengingat keterbatasan anggaran. Persoalan sampah yang terdapat disungai, tidak menjadi kewenangan mutlak DPSDAP. Dinas atau badan lain pun turut serta untuk menjaga ekosistem sungai agar bermanfaat bagi seluruh makhluk hidup. “Kerjaan ini tentu melibatkan dinas terkait, misalnya Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Bagian Sumber Daya Alam Setda Kabupaten Cirebon,” ungkapnya. Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Ir H Hermawan MM menegaskan bahwa pihaknya sudah membangun sejumlah TPS di sekitar wilayah bantaran sungai, sebagai upaya mengeliminir masyarakat membuang sampah di sungai. Kemudian, armada truk pengangkut sampah sudah bekerja mengangkut sampah dari TPS-TPS sehingga tidak ada penumpukkan sampah di TPS. “Pada intinya, kami sudah melaksanakan tugas kami sesuai dengan SOP-nya,” tegasnya. Terkait rencana DPSDAP untuk melaksanakan program kali bersih, ia pun sudah menyiapkan armada sampah guna mengangkut sampah yang dikeruk dari kali dan dipindahkan ke TPA terdekat. “Kami siap membantu mereka,” bebernya. Terpisah, Kepala Bagian Sumber Daya Alam, Drs H Sucipto MM menerangkan, untuk meningkatkan kesedaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, perlu dibangun secara bersama-sama. Masing-masing instansi pemerintah wajib memberikan sosialisasi bahwa membuang sampah sembarang di sungai merupakan sebuah kejahatan terhadap lingkungan beserta ekosistemnya. “Untuk SDA sendiri, kita punya program untuk penataan lingkungan, seperti lahan kritis dan daerah aliran sungai,” terangnya. Untuk membangun kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai, tidak hanya sebatas sosialisasi. Tapi. Lebih kepada implementasi teknis dengan membuat tempat-tempat penguangan akhir sampah yang dekat dengan lingkungan pemukinan warga yang tak jauh dari wilayah aliran sungai. “Sebenarnya kita punya gebrakan dengan mengadakan kajian mengenai sudah efektifkan pembuatan tempat pembuangan sampah di dekat aliran sungai dengan tingkat kesadaran masyarakat. Tapi, kajian tersebut tidak bisa dilaksanakan lantaran anggarannya tidak memenuhi,” paparnya. Melihat situasi ini, tentu menjadi pekerjaan rumah bersama bila persoalan-persoalan lingkungan harus menjadi program utama pembangunan daerah, sebab dengan perubahan iklim yang sudah dirasakan bersama, penataan lingkungan harus menjadi skala prioritas. “Lingkungan menjadi modal utama pembangunan, bagaimana kita bisa membangun jika ekosistem lingkungannya tidak mendukung,” pungkasnya. (mohamad junaedi/radar Cirebon)

Tags :
Kategori :

Terkait