PURWAKARTA - Ribuan warga dari ormas Islam dan pondok pesantren, merubuhkan sejumlah patung di wilayah Kabupaten Purwakarta, Minggu (18/9). Aksi tersebut merupakan kekesalan massa terhadap bupati Purwakarta yang selama ini dinilai tetap melakukan pembangunan patung tokoh pewayangan seperti Bima, Gatot Kaca dan lainnya meski sudah berkali-kali diingatkan.
Aksi tersebut berhasil merubuhkan patung yang berada di beberapa titik wilayah Purwakarta. Patung yang dirubuhkan yakni, patung Gatotkaca di Persimpangan Parcom, patung Bima di Pertigaan Jalan Baru, dan patung Semar di persimpangan Sasak Beusi. Sebelumnya, pengrusakan pun terjadi pada patung Bima.
Kapolres Purwakarta AKBP Bahtiar UP mengatakan, pengrusakan ini terjadi sekitar pukul 11.30 yang dilakukan ribuan orang. Diduga massa tak dikenal yang melakukan pengrusakan itu sempat mengikuti kegiatan istighotsah di Masjid Agung.
“Sebelumnya saya sudah mendapatkan informasi akan ada rencana pengrusakan. Kita juga sudah melakukan komunikasi dengan massa yang beraksi bahwa jika terjadi pengrusakan akan ada dampak hukumnya,” katanya kepada Pasundan Ekspres (Grup Radar Cirebon). Namun, karena karakter massa yang begitu keras dan memang ada niat melakukan pengrusakan, maka aksi itu tak bisa dibendung.
Sementara itu Bupati Purwakarta H Dedi Mulyadi ketika dihubungi wartawan menjelaskan, sebelum dirinya menjabat sebagai orang nomor satu di Purwakarta, sudah banyak patung berdiri. “Jadi, jika memang semua patung ingin dirubuhkan, harus semuanya patung yang ada di Purwakarta dirubuhkan,” cetusnya.
Informasi yang dihimpun Pasundan Ekspres, ribuan massa itu melakukan aksi sekitar pukul 11.00. Sebelumnya, massa gabungan itu melakukan istighotsah di Masjid Agung Purwakarta sejak pukul 09.00. Usai melakukan doa bersama, massa melakukan aksi dan merubuhkan tiga patung yang mereka anggap berhala.
Patung yang pertama dirubuhkan adalah Semar di Pertigaan Ciganea. Setelah itu patung Gatotkaca di pertigaan Parcom. Kemudian dilanjutkan dengan patung Bima di pertigaan Jalan Baru.
Sementara itu saat massa mencoba menghancurkan patung yang disebut-sebut Prabu Kiansantang di depan Gedung Kembar, dan patung Pasopati di pertigaan BTN, dihadang aparat keamanan gabungan dari Polri, TNI, dan Satpol PP.
Pimpinan Ponpes Ad Duha, Ustad Toto Taufik menegaskan, apa yang dilakukan umat muslim Purwakarta dengan melakukan perobohan patung-patung tersebut, merupakan puncak kemarahan. “Ini (aksi, red) merupakan bentuk kekesalan yang disampaikan umat. Karena apa yang diinginkan umat muslim Purwakarta tidak pernah diindahkan. Coba kalau peringatan yang disampaikan dilaksanakan, tidak mungkin terjadi seperti ini,” tegasnya.
Dia menambahkan, kegiatan istighotsah yang dilakukan di Masjid Agung, merupakan langkah untuk meredakan emosi umat agar dalam aksi turun ke jalan, tidak sampai berbuat anarkis. Imbauan itu disampaikan dalam kegiatan istighotsah.
“Tapi apa boleh buat. Umat sudah kesal dan keinginannya merasa diabaikan. Akhirnya turun ke jalan dan merubuhkan patung-patung itu,” timpalnya. (ays/ctr)