Kinerja Kementerian Oleng Tanpa Menteri

Jumat 24-10-2014,09:17 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA - Tiadanya kejelasan soal menteri dalam pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla mulai berdampak ke kementerian. Sejumlah kementerian mulai oleng karena tidak bisa bekerja secara maksimal, salah satunya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak bisa menindaklanjuti surat keputusan (SK) jabatan kepala daerah dan SK pimpinan DPRD. Dengan begitu, kekosongan menteri ini ternyata tidak hanya berdampak di pusat. Namun, daerah ikut terkena imbasnya. Kinerja daerah tentu tidak akan lancar kalau jabatan kepala daerah masih pelaksana tugas (Plt) dari sekretaris daerah (Sekda). Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djoher­mansyah Johan menjelaskan, kekosongan menteri selama empat hari ini sebenarnya berdampak serius. Misalnya, SK jabatan kepala daerah dari gubernur hingga wali kota atau bupati yang hanya bisa dite­ken menteri. “Karena SK belum diteken, maka daerah itu dipim­pin dulu sama Plt,” jelasnya. Padahal, kewenangan seorang Plt itu sangat kecil. Sehingga, satuan kerja perangkat dinas (SKPD) yang ada di daerah juga terpengaruh. “Karena itu harapannya, pengisian menteri bisa lebih cepat,” terangnya. Selain soal kepala daerah, DPRD juga terpengaruh kalau SK pimpinan DPRD tidak ditandatangani menteri. Pengaruhnya alat kelengkapan DPRD tidak bisa dibentuk. “Kalau begitu pembahasan APBD tentu tidak bisa berlangsung, soalnya pimpinan DPRD itu belum resmi,” jelasnya. Soal jumlah SK yang belum ditandatangani menteri, Johan menuturkan bahwa pihaknya tidak mengetahuinya. Namun, sebenarnya sebelum Gamawan Fauzi lengser dari posisi mendagri, penandatanganan SK itu telah dikebut.. ” “Waduhhhh….,” katanya. Untuk kinerja Kemendagri sendiri, sebenarnya pelayanan ke masyarakat tetap terus berlangsung. Namun, yang dikhawatirkan kalau ada masalah urgen yang perlu penanganan cepat. Misalnya terdapat bencana di suatu daerah. Menteri posisinya mengambil tanggung jawab, kala ada musibah. “Kalau tidak ada yang mengarahkan dan bertanggungjawab, bagaimana ini,” jelasnya. Hampir tidak mungkin, semua kementerian ini ditangani sendiri oleh presiden. Jumlah kementerian saat ini yang mencapai 34 tentu akan menyulitkan. “Masa presiden mengkoordinasi semua kementerian sendiri, tentu berat sekali,” ujarnya. Khusus untuk kemendagri, banyak orang dari daerah yang memiliki urusan dengan mendagri. Serta, tidak bisa ditangani oleh dirjen, karena itu kekosongan menteri ini membuat banyak urusan yang harus ke menteri jadi tertunda. “Sering kali kepala daerah datang dan inginnya bertemu menteri, tidak mau ditemui dirjen,” terangnya ditemui di ruang kerjanya kemarin (23/10). Karena itu, lanjut dia, pihaknya berharap bahwa menteri bisa segera diumumkan. Idealnya, kalau presiden dan wapres dilantik 20 Oktober, maka 21 Oktober kabinet diumumkan. Lalu, pada 21 Oktober semua menteri bisa dilantik, sehingga kementerian bisa mendapat pengarahan pada sore harinya. “Kementerian juga perlu melapor soal kondisi terkini berbagai masalah yang dikerjakan,” terangnya. Di Kementerian Keuangan, kekosongan kursi menteri sudah coba diantisipasi. Dalam keterangan yang dirilis kemarin, sebelum lengser, Chatib Basri sudah memastikan pembagian tugas dan kewenangan terkait pelaksanaan tugas dan fungsi ke­menterian selama masa tran­­­sisi. ‘’Saya sudah titip ke te­man-teman eselon I agar pro­ses transisi bisa smooth,’’ ujarnya. Menurut Chatib, jajaran Kementerian Keuangan juga telah menyiapkan beberapa skenario kebijakan yang terkait tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, berikut penanggung jawabnya. Dengan begitu, pemerintahan baru nanti dapat mempertimbangkan dengan baik opsi kebijakan yang akan diambil, karena sudah dipersiapkan dengan matang. ‘’Semua opsi sudah disiapkan. Misal, apa yang harus dilakukan di bulan pertama, ke dua, dan seterusnya, itu sudah jelas semua,’’ katanya. Karena itu, Chatib memastikan bahwa operasional Kementerian Keuangan tidak akan terganggu selama masa transisi. Peralihan pemerintahan, menurut dia, harus mendapat dukungan penuh dari pejabat sebelumnya agar pelayanan publik tidak terganggu. ‘’Ini tradisi yang harus dibangun ke depan,’’ ucapnya. Namun, tetap ada harga yang harus dibayar karena kosongnya pos menteri keuangan. Yang paling kentara saat ini adalah, absennya menteri keuangan di forum penting Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Finance Minister’s Meeting yang berlangsung di Beijing, Tiongkok, 21 - 22 Oktober lalu. Padahal, forum berkumpulnya seluruh menteri keuangan ini merupakan persiapan menuju agenda puncak pertemuan APEC Economic Leader’s Meeting 10 - 11 November mendatang. DI forum ini, menteri keuangan diwakili oleh pejabat eselon I Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto. Sementara itu, hal berbeda terjadi di kemendikbud. Mantan Mendikbud M Nuh justru masih ngantor di Kemendikbud. Dia mengaku memang masih ngantor di Kemendikbud Senayan, hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri pendidikan baru. Nuh menjelaskan selepas pergantian kursi Presiden dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko Widodo (Jokowi), ia tidak langsung pulang ke Surabaya. Dia mengaku masih tinggal di Jakarta dan mendiami rumah dinas Menteri di Widya Chandra, Jakarta Selatan. “Kalau menginap di hotel, nanti dibilang pemborosan,” katanya kemarin. Apalagi selepas tidak jadi Menteri lagi, Nuh tidak lagi mendapatkan gaji atau tunjangan sebagai pejabat negara. Mantan rektor ITS Surabaya itu mengatakan, kalaupun setelah Presiden Jokowi dilantik ia menggelar rapat di Kemendikbud, sifatnya bukan rapat pimpinan (rapim). “Itu hanya pertemuan-pertemuan biasa,” jelas dia. Nuh juga menuturkan dia masih memiliki tanggungan administrasi yang harus diselesaikan hingga benar-benar balik ke Surabaya menjadi dosen ITS. Nuh juga menjelaskan, alasan dia masih bertahan di Kemendikbud untuk etika birokrasi. Nuh akan tetap ngantor di Kemendikbud hingga ada Menteri pengganti yang diumumkan Presiden Jokowi. “Ini sebagai wujud etika birokrasi,” tandasnya. Rencananya Nuh akan mengenalkan jajaran pejabat eselon I Kemendikbud kepada Menteri penggantinya nanti. Alasannya adalah pejabat eselon I Kemendikbud di bawah kepemimpinan Nuh diangkat oleh SBY. Sehingga perlu dikenalkan dengan Menteri baru yang dipilih oleh Presiden Jokowi. “Intinya tidak benar saya masih memimpin rapim. Hanya pertemuan-pertemuan biasa,” kata Nuh. Awal berhembus kabar Nuh masih memimpin rapim keluar dari sejumlah pejabat Kemendikbud sendiri. Bebe­rapa pejabat sempat menolak wawancara dengan wartawan karena masih ada rapim dengan Nuh. Padahal saat itu Presiden Jokowi sudah dilantik menjadi Presiden RI ke tujuh. Di masa transisi pemerintahan ini, Nuh mengomentari dipe­cahnya Kemendikbud menjadi dua lembaga. Pertama adalah Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Pendi­dikan Menengah. Kedua ada­lah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi. “Pemi­sahan ini tentunya sudah dima­tangkan oleh Pak Jokowi sela­ku Presiden baru,” kata dia. Nuh mengatakan segala konsekuensi atas peme­cahan ini, tentunya sudah diper­timbangkan oleh pemerintahan baru. Termasuk jaminan keber­lanjutan anak sekolah dari pendidikan menengah (SMA dan SMK) ke pendidikan tinggi. Di era Nuh, keberlanjutan akses pendidikan dari pendidikan menengah ke pendidikan tinggi mudah dikoordinasikan karena berada di satu atap kementerian. Tetapi di era Presiden Jokowi, butuh upaya ekstra karena urusan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi ada di dua kementerian yang berbeda. Terkait sosok atau nama men­teri penggantinya, Nuh be­lum membeber dengan jelas. Apakah penggantinya dari kala­ngan rektor? “Insyallah seper­ti itu,” jelasnya. Kode dari Nuh itu menguatkan tiga sosok calon Mendikbud yang sudah men­cuat belakangan ini. Yakni Rektor UGM Pratikno, Rektor Uni­versitas Paramadina Anies Bas­wedan, dan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Koma­ruddin Hidayat. (idr/owi/wan)

Tags :
Kategori :

Terkait