Skandal Dana Politik Guncang Kabinet Shinzo Abe

Senin 27-10-2014,07:58 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JEPANG - Dua kali, Shinzo Abe duduk di kursi perdana menteri (PM) Jepang. Dua kali pula, skandal keuangan mengguncangkan kabinet yang dia bentuk. Seperti skandal pada 2007, kali ini tudingan penyelewengan dana politik juga membuat menteri Abe mengundurkan diri. Yakni, bukan hanya satu, melainkan dua menteri sekaligus. Kehilangan satu menteri adalah kemalangan. Kehilangan dua menteri pada hari yang sama adalah kecerobohan. Dua kalimat yang tertulis pada artikel The Economist edisi cetak, kemarin (25/10) itu, tepat untuk menggambarkan kondisi terkini kabinet Abe. Ya, pemimpin 60 tahun tersebut tidak lagi malang. Dia ceroboh karena kehilangan dua menteri sekaligus. Celakanya, dua menteri itu sama-sama kaum hawa. Yakni, Yuko Obuchi dan Midori Matsushima. Selama ini keduanya menjadi andalan Abe dalam menjalankan pemerintahan. Obuchi dan Matsushima tidak sekadar menjadi orang pilihan karena ditunjuk langsung sang kepala pemerintahan. Mereka juga menjadi motor kebijakan womenomics yang menjadi kunci kemenangan Abe dalam pemilu 2012. Mundurnya Obuchi dan Matsushima karena skandal penyelewengan dana politik telah memadamkan harapan Abe untuk mengangkat citranya lewat womenomics. Sebab, kini motor penggerak kebijakan properempuan tersebut tidak lagi berada dalam kabinet. Padahal, bersama tiga politikus perempuan lainnya, dua menteri yang mundur itu baru menduduki jabatan mereka sekitar sebulan. Abe meluncurkan womenomics untuk melibatkan tokoh-tokoh perempuan dalam menghalau kemelut yang menyelimuti perekonomian Negeri Sakura tersebut. Bulan lalu dia menunjuk langsung lima perempuan yang kemudian menjadi warna indah dalam kabinetnya. Namun, pekan lalu keindahan itu langsung sirna begitu Obuchi terindikasi menyelewengkan dana politik demi kepentingan nonpolitik. ’’Kegagalan womenomics Abe ini akan membuat perusahaan-perusahaan Jepang semakin enggan memasukkan perempuan ke dalam jajaran direksi,’’ kata Yukiko Tokai, lobbyist senior Jepang. Dia menyatakan, jumlah perempuan yang duduk dalam jajaran direksi pada perusahaan-perusahaan Jepang tidak sampai 2 persen. Padahal, sebenarnya, ada banyak wanita hebat yang layak duduk sebagai direksi. Tanpa Obuchi dan Matsushima pun, kabinet Abe yang kini memiliki empat menteri perempuan masih belum aman. Sebab, dua menteri perempuan Abe yang lain sangat berpotensi meletakkan jabatan mereka. Bulan lalu Sanae Takaichi terlihat berfoto bersama pendukung neo-Nazi. Kementerian Dalam Negeri pun kewalahan menjelaskan kepada media perihal foto tersebut. Bersamaan dengan itu, Eriko Yamatani yang menjabat menteri keamanan publik berfoto bersama beberapa anggota Zaitokukai. Kelompok sayap kanan garis keras tersebut dikenal rasis. Beberapa waktu lalu Zaitokukai memimpin gerakan masal untuk memusuhi warga Jepang keturunan Korea Selatan (Korsel). Sejauh ini, kementerian belum memberikan keterangan apa pun terkait foto itu. Pekan lalu Abe langsung menunjuk pengganti Obuchi dan Matsushima. Yoichi Miyazawa menggantikan Obuchi sebagai menteri perekonomian, perdagangan dan industri. Sementara itu, Yoko Kamikawa menggantikan kedudukan Matsushima sebagai menteri kehakiman. Sebelumnya, Kamikawa pernah duduk dalam kabinet Abe yang lama dan kabinet PM Yasuo Fukuda sebagai menteri kesetaraan gender. Baru tiga hari menjabat, isu tidak sedap menerpa Kamikawa. Kabarnya, dia menggunakan uang partai untuk bersenang-senang di sebuah kelab esek-esek di Kota Hiroshima. ’’Itu bukan saya. Mungkin staf saya yang melakukan semua itu,’’ papar Kamikawa. Lagi-lagi, Abe kecipratan dampak negatif. Dia terkesan buru-buru dan asal-asalan dalam menyusun kabinetnya. Bulan lalu, saat kali pertama memperkenalkan womenomics, popularitas Abe langsung meningkat. Tetapi, skandal dana politik yang membelit kabinet melunturkan citra positif ketua Partai Demokratik Liberal (LDP) tersebut. Awal pekan lalu, saat media memberitakan penyelewengan Obuchi, dukungan terhadap kabinet turun 6,8 persen. Oposisi pun memanfaatkan momentum itu untuk mendiskreditkan PM. (theeconomist/afp)

Tags :
Kategori :

Terkait