Ketika Golkar dan PKB Tak Dapat Jatah AKD RAUT wajah Zaenal Arifin Waud MSi tampak panik, saat mengikuti proses pembentukan komposisi komisi II, Kamis (23/10) lalu. Pasalnya, jatah pimpinan komisi tidak berpihak kepada Fraksi PKB. Ketua Komisi II, berhasil disabet oleh Fraksi Gerindra, wakil ketua diisi oleh Fraksi PDI Perjuangan dan sekretaris didapatkan Fraksi PKS. Begitu juga dengan H Sugiarto, dia tampak kecewa setelah melihat hasil komposisi Komisi III. Sebab, ia harus gigit jari, lantaran namanya hanya tercantum sebagai anggota komisi, sementara pimpinan komisi berhasil diduduki oleh Suherman (Fraksi PDI Perjuangan) sebagai ketua, Sofwan ST (Fraksi Gerindra) sebagai wakil dan H Tarmidi selaku sekretaris. Dua penggal cerita ini adalah antiklimaks dan awal dari drama atas manuver politik yang dilancarkan sejumlah politisi Fraksi PKB. Taktik politik yang dimainkan para politisi di Fraksi PKB ini ternyata tidak mampu meyakinkan fraksi lain, khususnya PDI Perjuangan untuk mengajak fraksi PKB bergabung dalam koalisi besarnya. Padahal, sudah menjadi rahasia umum, kalau selama musim pemilukada sampai dengan pemilihan presiden, PKB dan PDI Perjuangan senantiasa seiring sejalan. Tapi, disaat penyusunnan komposisi alat kelengkapan DPRD, mereka ditinggalkan. “Sakitnya tuh disini,” ucap H Sugiarto saat menyampaikan jok politiknya dalam menyikapi dinamika politik yang terjadi akhir pekan lalu. Tersiar kabar, tidak solidnya internal Fraksi PKB, disinyalir menjadi faktor utama pengganjal untuk rekan-rekan fraksi lain mengajak Fraksi PKB bergabung. Hal yang sama juga dialami oleh Fraksi Bintang Hanura. “Sebenarnya, kami sudah membuka ruang komunikasi dengan fraksi PKB dan Bintang Hanura, bahkan cukup intens. Tapi, saya melihat di internalnya masih ada kegaduhan, sehingga kami minta kepada Fraksi PKB untuk menyamakan persepsi dulu di internalnya,” ujar Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Cirebon, Bejo Kasiono usai rapat paripurna. Tidak hanya Fraksi PKB saja yang mendapatkan ”zoong” di alat kelengkapan DPRD. Fraksi Partai Golkar juga bernasih sama. Fraksi yang memperoleh kursi pimpinan DPRD, tidak mampu berbuat apa-apa, ketika dalam perumusan susunan pimpinan alat kelengkapan hanya membuahkan jatah anggota. Perbedaan persepsi antara Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar dalam skema penyusunan komposisi pimpinan di alat kelengkapan DPRD, menjadi penyebab utama tidak terakomodasinya anggota Fraksi Partai Golkar. “Kalau kami inginnya proporsional, sesuai dengan jumlah kursi yang diraih oleh masing-masing fraksi. Ok lah, Fraksi PDI Perjuangan dapat jatah dua pimpinan komisi, sementara sisanya di raih oleh Fraksi Gerindra dan PKB, kami bisa terima. Tapi, kalau fraksi lain yang dapat pimpinan komisi, itu masih jauh dari kata proporsional,” keluh Sunandar Priyowudarmo SE, Anggota Fraksi Partai Golkar. Fraksi lain yang dimaksud Priyo adalah Fraksi PKS. Fraksi yang hanya memiliki lima kursi di DPRD Kabupaten Cirebon dan tidak mempunyai jatah kursi di pimpinan DPRD. Tapi, Fraksi PKS berhasil menyodok Fraksi PKB dan Fraksi Partai Golkar, dengan mendapatkan jatah pimpinan komisi, yakni Komisi I. Menurut dewan penasehat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Cirebon, sekaligus sebagai Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, H Mustofa SH, berhasilnya PKS mendapatkan satu jabatan di pimpinan komisi merupakan buah dari sebuah proses dinamika politik yang terjadi di lembaga perwakilan rakyat ini. Hal itu sah-sah saja, selagi dinamika politik ini masih tetap pada koridor tata tertib. Pihaknya mengklaim sudah menggunakan skema proporsional, sesuai dengan usulan masing-masing fraksi. “Tentu saja, kami sudah proporsional. Tapi, kalau ada yang berpendapat, proporsional itu sesuai dengan komposisi pimpinan, itu silahkan saja. Yang jelas, proporsional disini, sesuai dengan komitmen awal untuk tetap menjaga kondusifitas daerah,” tuturnya. Dengan tidak disertakan Fraksi PKB dan Fraksi Golkar dalam komposisi pimpinan komisi yang sudah ditetapkan dalam rapat paipurna, menghasilkan episode kedua dari drama politik yang terjadi di parlemen Kabupaten Cirebon. Drama tersebut berlanjut saat rapat paripurna pembentukan komposisi pada badan-badan di DPRD Kabupaten Cirebon. Sikap kekecewaan Fraksi PKB dan Partai Golkar ditunjukkan dengan tidak hadirnya anggota fraksi masing-masing yang duduk sebagai pimpinan DPRD, yakni Hj Yuningsih MM dan Sunandar Priyowudarmo SE. Rapat tersebut akhirnya hanya dipimpin oleh H Mustofa SH dan Drs H Subhan. Kemudian, seluruh anggota Fraksi Partai Golkar, tak satu pun yang menampakkan batang hidungnya. Sementara, Fraksi PKB, hadir semua minus Zeanal Arifin Waud MSi dan Hj Yuningsih MM. Berbeda, dengan dua fraksi tersebut, Bintang Hanura tampaknya sudah mulai melunak, sehingga ketua fraksi dan dua orang anggotanya hadir. Namun, dalam disela-sela rapat, enam anggota Fraksi PKB yang hadir akhirnya memutuskan untuk walk out dibarengi dengan sepucuk surat yang disampaikan kepada pimpinan rapat. Surat itu berisi Fraksi PKB dalam penyusunan komposisi di badan-badan memilih untuk mengundurkan diri. “Dengan ini kami mengundurkan diri dari kehadiran rapat pada kesempatan kali ini dan tidak mengikuti penetapannya,” ucap Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Cirebon, MF Fahrurozi MA dihadapan majelis rapat paripurna tersebut. Begitu juga dengan Fraksi Partai Golkar yang melayangkan sepucuk surat kepada pimpinan rapat sebagai bentuk konfirmasi tertulis mengenai ketidakhadiran mereka dalam rapat tersebut. Dalam surat tersebut, Fraksi Partai Golkar menyatakan bahwa menarik diri dari pengusulan alat kelengkapan badan-badan di DPRD. Artinya, Fraksi Partai Golkar tidak mengikutsertakan anggotanya untuk masuk ke dalam struktur alat kelengkapan badan-badan. Sikap keras dari Fraksi Partai Golkar coba dijelaskan oleh ketuanya, Drs H Rasida Edy Priatna MM. Menurut dia, tata tertib harus menjadi pegangan seluruh anggota DPRD Kabupaten Cirebon, baik dari unsur pimpinan sampai dengan anggota. Kalau tata tertib coba dilanggar, Fraksi Partai Golkar akan bersikap keras. Dalam tata tertib, ada klausul untuk anggota Badan Anggaran dan Badan Musyawarah DPRD, terdiri dari pimpinan, usulan fraksi dan komisi. Aturannya, unsur pimpinan bukanlah usulan dari fraksi, tapi ex officio. “Sehingga, usulan dari komisi hanya satu orang, bukan dua orang seperti yang ditafsirkan oleh mereka,” jelasnya. Untuk penyusunan Badan Anggaran dan Badan Musyawarah akan dibicarakan terlebih dahulu di level pimpinan. Namun, sampai dengan malam hari dan berlanjut hingga Jumat pagi, pembicaraan tersebut tak kunjung diagendakan. “Makanya, kita putuskan menarik diri, karena belum ada komunikasi di internal pimpinan, tapi langsung diparipurnakan begitu saja, “ terangnya. Sementara itu, melunaknya Fraksi Bintang Hanura pada rapat paripurna pembentukan kelengkapan badan-badan, coba diklarifikasi oleh ketua fraksinya. Wartipan Suwanda SH mengatakan, dalam politik ini penuh dinamika, dia mengakui bahwa pada awalnya Fraksi Bintang Hanura berbeda pendapat dengan fraksi lain, khususnya yang sudah bergabung dengan Fraksi PDI Perjuangan. Namun, karena komunikasi yang terus dibangun oleh Fraksi Bintang Hanura, maka perbedaan pendapat itu bisa disatukan. “Selama komunikasi politik itu terus dijalin, perbedaan itu bisa diminalisir,” katanya. Ketika sejumlah anggota DPRD yang disebutkan namanya masuk dalam susunan badan anggaran, badan musyawarah dan badan pembentukan peraturan daerah dan badan musyawarah. Rupanya ada rekonsiliasi antara pimpinan DPRD, Hj Yuningsih MM dan Sunandar Priyowudarmo SE meminta kepada H Mustofa SH dan Drs H Subhan untuk berkomunikasi terkait memanasnya rapat paripurna DPRD tentang penbentukan alat kelengkapan badan-badan. Pembicaraan yang berlangsung di ruang rapat pimpinan DPRD, berlangsung sengit. Berdasarkan pantauan Radar, beberapa ketua fraksi silih berganti masuk ke ruang tersebut, rupanya ada pembicaan yang serius untuk mengatur kompromi dua fraksi yang sempat berbeda pandangan dengan Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS dan Fraksi Nasdem serta Fraksi Bintang Hanura. Akhirnya rapat paripurna kembali dilanjutkan setelah pada pukul 16.30 diskor untuk merumuskan penyusunan komposisi alat kelengkapan badan-badan. Dalam lanjutan paripurna tersebut, ternyata mengejutkan. Dua fraksi yang sempat menarik diri dalam rapat tersebut yang disertai surat resmi, akhirnya mencabut surat tersebut dan menerima komposisi yang sudah dirumuskan. “Kami sampaikan dalam rapat paripurna ini, bahwa kami mencabut surat yang tadi kami layangkan,” ujar Ketua Fraksi PKB, MF Fahrurozi MA. “Dengan berat hati, kami sampaikan untuk mencabut surat yang sudah kami layangkan kepada pimpinan,” ucap singkat sekretaris Fraksi Partai Golkar Diah Irwany Indryanti, yang disambut dengan tepuk tangan seluruh anggota DPRD yang hadir dalam rapat paripurna tersebut. Beruntung bagi PKB dan Bintang Hanura, masing-masing anggotanya masuk ke dalam struktural pimpinan alat kelengkapan badan-badan. Misalnya, Supirman SH anggota Fraksi Bintang Hanura berhasil mendapatkan jatah ketua badan pembentukan peraturan daerah DPRD Kabupaten Cirebon dan Zaenal Arifin Waud MSi anggota Fraksi PKB mendapatkan jabatan sebagai sekretaris II badan musyawarah. Sementara Fraksi Partai Golkar, hanya mendapat jatah anggota saja, kecuali pimpinan DPRD yang secara otomatis menjadi pimpinan badan anggaran dan badan musyawarah. “Lobi-lobi sudah kita lakukan agar aspirasi kita terpenuhi. Tapi apa daya, konspirasi politik disini lebih dominan, sehingga hasilnya seperti kita ketahui bersama sekarang. Langkah kami ke depan akan tetap mengkritisi setiap kebijakan yang tidak pro rakyat,” beber Sekretaris Fraksi Partai Golkar Diah Irwany Indryanti. D itempat terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon tidak terlalu menanggapi pernyataan sekretaris Fraksi Partai Golkar yang menganggap ada konspirasi yang cukup dominan di lembaga yang ia pimpinnya. Ia hanya berujar bahwa, hal yang wajar di jika ada pihak yang pro dan kontra dalam setiap keputusan, apalagi di lembaga politik seperti DPRD, pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. “Saya pikir ini dinamika yang cukup wajar dan sehat, walau ada pihak-pihak yang kecewa pada keputusan ini, tapi tetap elegan berjiwa besar menerimanya,” ujarnya. Jika Fraksi Partai Golkar tidak mendapatkan apa-apa di dalam alat kelengkapan DPRD, tentu itu sebuah risiko dari sikap politik yang mereka bangun dan itu hak mereka untuk mengambil sikap politik tersebut. “Terpenting bagi kami, tidak keluar dari tata tertib dan kami sebagai pimpinan sudah berusaha membuka ruang untuk berkomunikasi agar masing-masing fraksi terakomodir,” tegasnya. (mohamad junaedi)
Sakitnya Tuh di Sini
Selasa 28-10-2014,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :