Bom Renggut 65 Jiwa di Somalia

Rabu 05-10-2011,07:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

MOGADISHU- Krisis politik dan keamanan di wilayah Somalia belum mereda. Di tengah perang saudara serta ancaman kelaparan yang terus merajalela, aksi serangan terorisme mengguncang Mogadishu, ibu kota Somalia, kemarin (4/10). Sebuah mobil yang membawa bom bunuh diri meledak di dekat kompleks sebuah gedung perkantoran milik dan pemerintah menewaskan sedikitnya 65 orang. Sejumlah saksi mata menuturkan bahwa saat itu sebuah truk yang berisi penuh bahan peledak bergerak mendekati pintu gerbang gedung Kementerian Pendidikan di ibu kota. Sesaat kemudian, truk tersebut meledak persis di depan gedung pemerintah itu. Saat ledakan terjadi, para siswa dan orang tua mereka sedang menunggu pengumuman hasil tes pemberian bea siswa. Itu sebabnya korban jiwa maupun luka-luka cukup besar. “Kami mengevakuasi 65 jenazah dan 50 orang lainnya yang cedera,” ungkap Ali Muse, pejabat layanan ambulans, kepada kantor berita Reuters. “Sebagian korban lain masih tergeletak di lokasi kejadian. Hampir semuanya mengalami luka bakar,” lanjutnya. atusan orang berdiri sambil berlinang air mata di luar Rumah Sakit Madina di Mogadishu untuk mencari tahu kemungkinan keluarga mereka termasuk dalam daftar para korban. Sayangnya, karena alasan keamanan, mereka tidak diizinkan masuk ke dalam rumah sakit. Para wartawan juga tidak diperbolehkan masuk. Para perawat mengaku sangat kewalahan dengan banyaknya korban dalam insiden itu. Kelompok pemberontak al Shabaab langsung mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri tersebut.  Kelompok yang terkait erat dengan jaringan Al Qaeda itu telah mengancam melancarkan serangan terhadap sejumlah instalasi pemerintah sebagai balasan terhadap operasi militer yang berhasil memukul mundur sebagian pejuang mereka dari Mogadishu pada awal Agustus lalu. “Al Shabaab memang melakukan serangan tersebut,” ujar seorang juru bicara kelompok pemberontak itu. “Kami sengaja menarget kompleks kantor kementerian,” tambah dia kepada Reuters. Tapi, dalam pernyataan terpisah kepada Agence France-Presse, seorang komandan Al Shabaab menyatakan bahwa pasukan Uni Afrika juga menjadi target dalam serangan bom tersebut. “Salah satu mujahidin kami mengorbankan dirinya untuk membunuh para pejabat pemerintah federal transisi (TFG), tentara Uni Afrika, dan sejumlah informan lain yang berada di halaman kompleks perkantoran itu,” tegasnya. Ali Muse menuturkan, ada dugaan kuat bahwa truk yang digunakan pelaku juga membawa bensin untuk menambah daya ledak. Polisi, tentara, warga sipil, dan pelajar menjadi korban dalam serangan tersebut. Polisi melepaskan tembakan ke udara untuk mencegah kerumunan massa yang memenuhi lokasi kejadian. Tim penyelamat kemudian datang di bawah pengawalan ketat aparat keamanan. Pasukan Uni Afrika dalam jumlah besar juga langsung didatangkan ke lokasi. Ledakan tersebut terjadi ketika terjadi antrean panjang pelajar yang ingin mendapatkan kejelasan mengenai seleksi pemberian beasiswa dari pemerintah Turki. Pemerintah Turki menyatakan siap membantu Somalia dan membuka kembali kedutaan besarnya di Mogadishu. Aksi kelompok militan Al Shabaab tersebut merupakan serangan yang paling mematikan sejak rangkaian ledakan bom di Kampala, ibu kota Uganda, pada Juli 2010. Saat itu, serangan bom kelompok tersebut menewaskan 76 orang. Bom bunuh diri kemarin juga merupakan rangkaian dari serangan sebelumnya yang dilancarkan pada Senin malam (3/10) waktu setempat. Al Shabaab melancarkan serangan di Kota Dhusamareb yang berada di perbatasan barat Somalia dan Ethiopia. Wilayah tersebut adalah basis utama milisi Ahlu Sunna wal Jamaa yang mendukung pemerintah. “Al Shabaab melancarkan serangan mengejutkan pada Senin malam dan bertahan di Dhusamareb selama beberapa jam sebelum akhirnya menarik diri atau mundur,” ujar seorang warga bernama Abdullah Yasin. Dia menyatakan bahwa  serangan tersebut pertama kali selama beberapa bulan terakhir. Saksi lainnya menyatakan bahwa al Shabaab akhirnya menarik pasukan mereka dari Dhusamareb setelah terjadi kontak senjata dengan pasukan gabungan Uni Afrika. Badan PBB yang khusus menangani masalah pengungsi, UNHCR, juga melaporkan terjadinya kekerasan di Kota Dhobley, perbatasan selatan Somalia dan Kenya. “Bentrok kembali terjadi di antara kelompok-kelompok bersenjata sehingga memperburuk masalah kemanusiaan yang sudah dalam kondisi parah,” ujar Adrian Edwards, juru bicara UNHCR.( RTR/BBC/AFP/cak/dwi)

Tags :
Kategori :

Terkait