Terkait Isu Gedung Putih Pecah Kongsi KUNINGAN – Dugaan ketidakharmonisan di “gedung putih”, mulai menemui titik terang. Dari keterangan yang diperoleh Radar, penyebabnya sejumlah proyek pembangunan selama ini tidak tersebar secara merata. Para pemenang tender disinyalir hanya dimenangkan oleh rekanan-rekanan yang masuk lingkaran kekuasaan. Penguasa Kuningan sendiri, seperti diberitakan sebelumnya terbelah jadi dua kubu. Fenomena yang dilontarkan Abdul Haris SH tersebut mendapat pembenaran dari berbagai pihak. Namun muncul pendapat berbeda dari salah seorang rekanan proyek, H Mamat Slamet SE terhadap pernyataan praktisi hukum itu. “Abdul Haris mengatakan, kepemimpinan sekarang itu jauh kalau dibandingkan kepemimpinan H Aang Hamid Suganda. Saya tidak setuju pernyataan tersebut, karena justru bupati sekarang kan istri Pak Aang, jadi sama saja,” ujar Ketua Gapeksinso (Gabungan Perusahaan Kontruksi Nasional Indonesia) Kabupaten Kuningan tersebut. Pemborong asal Jalaksana ini mengakui, proyek-proyek pemerintah sekarang ini dikuasai oleh rekanan-rekanan yang dekat dengan penguasa. Sistem lelang yang konon kabarnya menggunakan LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), menurutnya seperti tidak berlaku di Kuningan. “Apa gunanya LPSE kalau pemenangnya sudah diarahkan. Padahal, siapa pun orangnya harus diberikan ruang yang sama, karena sama-sama sebagai mitra,” kata Slamet saat ditemui Radar di kediamannya, kemarin (12/11). Selaku orang yang telah lama terjun di dunia pemborong sampai keluar daerah itu, Slamet menyebutkan di Kuningan ini terdapat enam asosiasi kontruksi. Namun dari enam asosiasi tersebut ternyata tidak diberikan derajat yang sama. Padahal seharusnya tidak ada asosiasi yang dianakemaskan ataupun dianaktirikan. “Selama ini kan hanya Gapensi saja yang sering mendapatkan pekerjaan. Bahkan ada kejadian, 1 rekanan mendapatkan 4-5 paket. Sementara yang lain, hanya mendapatkan 0 paket,” ketusnya. Bukan hanya itu, Slamet juga menyebutkan, di Kuningan masih berlaku tradisi ijon. Siapa rekanan yang telah memberikan uang di muka, maka akan diprioritaskan untuk mendapatkan proyek. Meskipun uang muka yang telah diberikan kurang sebanding dengan keuntungan yang diperoleh pada saat menggarap proyek. “Lalu fungsi dari system LPSE itu apa? Semua rekanan mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan, asalkan profesional dan syarat administrasinya lengkap. Tapi ternyata di Kuningan, hal itu tidak dibutuhkan. Karena sudah diatur. Nah, saya berharap pada 2015 nanti prosedurnya betul-betul ditaati,” ungkap Slamet. Disinggung soal isu ketidakharmonisan antara Bupati Hj Utje Ch Suganda MAP dan Wabup H Acep Purnama MH, Slamet mengaku tidak tahu. Begitu pula soal isu kubu-kubuan di tubuh pemda, dirinya tak tahu menahu. Yang diketahuinya hanya pengaturan proyek yang dilakukan oleh kroni yang seolah-olah sudah terkondisikan. “Jadi saya tidak bicara harmonis atau tidak harmonis, begitu juga tidak bicara soal kubu-kubuan. Tapi saya bicara tentang penguasaan terhadap pekerjaan-pekerjaan oleh kroni tersebut,” tegas Slamet tanpa menyebutkan nama kroni dimaksud. Sementara itu, Aktivis F-Tekkad, Soejarwo mengatakan, munculnya penilaian masyarakat terkait dugaan terjadinya ‘pecah kongsi’ duet Hj Utje Ch Suganda-H Acep Purnama, bukan tanpa alasan. Sinyalemen tersebut juga pastinya dapat dipertanggungjawabkan. “Indikator telah terjadinya pecah kongsi seperti yang dimuat media, dapat terlihat secara kasat mata,” ucapnya. (ded)
Diduga soal Pembagian Proyek
Kamis 13-11-2014,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :